Beratnya Mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi di Pengujung Tahun
Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% tahun ini semakin sulit tercapai. Dalam proyeksi terbaru pemerintah pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 5,17% tahun ini. Pertumbuhan ekonomi sulit terdongkrak di tengah lemahnya ekspor dan tingginya impor. Net ekspor mencatatkan kontribusi negatif ke pertumbuhan ekonomi sebesar lebih dari 1% tiap kuartal.
Pada kuartal III lalu, ekspor barang dan jasa tercatat hanya tumbuh 7,52% secara tahunan, jauh melambat dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 17,26%. Di sisi lain, pertumbuhan impor mencapai 14,06%, hanya sedikit melambat dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 15,09%. Dengan demikian, neraca dagang defisit.
Seiring kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,17% pada kuartal III, dengan net ekspor berkontribusi negatif 1,1%. “Defisit neraca dagang jadi salah satu kendala untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita karena impor jadi faktor pengurang," kata kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (11/5).
(Baca juga: Di Atas Prediksi BI, Ekonomi Kuartal III Mampu Tumbuh 5,17%)
Namun, ia melihat adanya potensi perbaikan neraca dagang ke depan seiring dengan beragam kebijakan pemerintah buat meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor. Beberapa kebijakan pengendalian impor yang diterapkan pemerintah antara lain kewajiban biodiesel 20% dan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) impor seribuan barang konsumsi.
Namun, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai kondisi lemahnya ekspor masih akan berlanjut ke kuartal terakhir tahun ini. Ia memproyeksikan pertumbuhan ekspor di kuartal IV berkisar 7,4-7,8%. Ini artinya, tidak jauh beda dengan kuartal III yang sebesar 7,52%.
(Baca juga: Perundingan Perdagangan Bebas Eropa Rampung, RI Bersiap Genjot Ekspor)
“Di kuartal III, ekspor masih tumbuh didorong oleh naiknya harga minyak. Sekarang di kuartal IV harga minyak terkoreksi dari US$ 86 per barel menjadi US$ 74.5 per barel untuk jenis brent. Efeknya tidak bisa andalkan migas (minyak dan gas) lagi,” kata dia.
Menurut dia, peluang untuk mendongkrak ekspor berasal dari perluasan ekspor ke negara-negara non-tradisional. Sebab, negara tujuan ekspor utama mulai terimbas perang dagang. Namun, perluasan ekspor tampanya masih butuh waktu.
(Baca juga: IMF Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2018 Tak Capai Target)
Adapun lemahnya kinerja ekspor juga sempat disinggung Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal III lalu. Menurut dia, ekspor mengalami penurunan karena turunnya harga komoditas andalan, yaitu batu bara dan kelapa sawit.
Di sisi lain, impor masih tumbuh tinggi (secara tahunan) sejalan dengan permintaan domestik, meskipun pertumbuhannya secara bulanan telah menunjukkan perlambatan.