Impor Tekan Rupiah, Ekonom: Perbanyak Produk Lokal Buat Infrastruktur

Rizky Alika
5 Juli 2018, 13:31
pembangunan infrastruktur
KATADATA
pembangunan infrastruktur

Pemerintah tengah mempertimbangkan opsi mengerem impor guna menekan kebutuhan dolar Amerika Serikat (AS) dan membantu menjaga stabilitas kurs rupiah. Ekonom pun menyarankan kenaikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek infrastruktur.

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, kebutuhan besar impor bukan hanya untuk industri, tapi juga proyek infrastruktur yang dikerjakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Maka itu, ia menilai perlunya kenaikan TKDN.

"Kalau mau mengerem impor, kewajiban TKDN proyek infra disarankan jadi 60-70%," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (4/7). TKDN merupakan komponen produksi dalam negeri termasuk biaya pengangkutan yang ditawarkan dalam penawaran harga barang maupun jasa.

(Baca juga: Sri Mulyani Beri Sinyal Rem Impor Buat Meredam Pelemahan Kurs Rupiah)

Ia menjelaskan, indikasi pembengkakan impor pada proyek infrastruktur terlihat dari impor mesin dan mekanik sepanjang Januari-Mei tahun ini yang tumbuh 31,9% (year on year/yoy). Selain itu, impor mesin dan peralatan listrik yang naik 28,16% (yoy) dan besi baja 39% (yoy).

Sejalan dengan Bhima, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menyebut, kebutuhan impor untuk proyek infrastruktur sebagai salah satu penyebab kenaikan tinggi impor Indonesia. Maka itu, ia mendukung bila pemerintah berencana mengurangi impor terkait.

(Baca juga: Menko Darmin Kaji Opsi Pengetatan Impor untuk Jaga Neraca Dagang)

Pengurangan impor bisa dilakukan dengan cara memilih proyek-proyek infrastruktur yang prioritas dan tidak banyak menggunakan bahan impor. Pengurangan impor juga bisa diterapkan dalam bidang lainnya. "Demikian juga untuk impor alat-alat pertahanan," ujar dia. Di sisi lain, ia menilai, impor untuk kegiatan industri dan impor pangan tidak perlu dibatasi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pihaknya bersama otoritas terkait tengah mengupayakan untuk memperkecil defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor dan pariwisata, serta mengevaluasi impor. Langkah tersebut bertujuan untuk membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Ia menjelaskan, pemerintah bakal melihat kemanfaatan impor bahan baku dalam menunjang produksi dan mengevaluasi kebutuhan impor barang modal untuk proyek-proyek besar terutama yang berhubungan dengan proyek pemerintah. “Kami akan lihat konteksnya apa dan apakah proyek-proyek ini adalah proyek yang harus diselesaikan dan harus mengimpor barang modal,” ujarnya.

Adapun akselerasi impor membuat defisit transaksi berjalan melebar tahun ini. Defisit yang melebar menunjukkan membesarnya jurang antara pasokan dan permintaan valas dari aktivitas perdagangan internasional barang dan jasa (ekspor-impor).

Selama ini, defisit transaksi berjalan ditambal oleh investasi asing langsung maupun portofolio. Namun, terjadi arus keluar investasi asing di portofolio sejak awal tahun ini. Alhasil, pasokan dan permintaan valas semakin tak berimbang. Tak ayal, kurs rupiah anjlok.   

Bank Indonesia (BI) memprediksi defisit transaksi berjalan melebar ke kisaran 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini, melebar dari 1,7% terhadap PDB pada tahun lalu. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara memaparkan, sepanjang Januari sampai Mei tahun ini, impor terkait dengan infrastruktur tercatat cukup besar mencapai US$ 4,1 miliar, kemudian impor alat-alat pertahanan US$ 1,1 miliar, sedangkan impor pangan tidak terlalu besar sekitar US$ 400 juta. 

Mengacu pada data Reuters, nilai tukar rupiah melemah ke kisaran 14.300-14.400 mulai awal pekan ini. Pada perdagangan Kamis (5/7), nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.357-14.420 per dolar AS.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...