Bappenas Ingatkan Ancaman Kelahiran Tak Rata Terhadap Perekonomian

Michael Reily
15 Februari 2018, 12:16
Bambang Bappenas
Arief Kamaludin | Katadata

Bambang juga menekankan bahwa pertumbuhan penduduk yang merata bakal menghidupkan kota-kota kecil di wilayah Indonesia. Selain itu, memicu pembentukan megaurban di antara kota besar, yaitu perluasan kota-kota metropolitan (extended metropolitan region), konsep yang dikembangkan oleh McGee pada pertengahan 1980-an. Migrasi yang tepat pun akan memicu kota maju di daerah timur Indonesia.

“Kami ingin Indonesia di 2045 menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur. Manusianya unggul, berbudaya, dan menguasai ilmu pengetahuan teknologi karena ekonomi sudah maju dan sustainable,” jelas Bambang.

Selain menjaga tingkat kelahiran yang stabil, pemerintah mesti menstabilkan angka tingkat kematian ibu dan bayi. Targetnya, untuk mencapai jumlah perhitungan penduduk yang tepat pada 2045, angka kematian harus berada di kisaran 3 persen. Tahun 2015, tingkat kematian penduduk masih mencapai 24 persen.

Sisi rawan bonus demografi juga sempat dilontarkan Chatib Basri. Menurut mantan Menteri Keuangan ini, masyarakat Indonesia diprediksi menua atau memasuki era populasi aging dengan kondisi tak kaya. Sebab, Indonesia kurang memanfaatkan bonus demografi yang semestinya menghasilkan masyarakat produktif, satu fase sebelum memasuki era populasi aging tersebut. (Baca juga: Inovasi Teknologi Ancam Bonus Demografi dan Lapangan Kerja).

Dalam hitungan Chatib Basri, Indonesia akan memasuki bonus demografi pada 2045. Ketika itu, ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbesar di dunia. “2045 merupakan hari jadi Indonesia yang ke-100. Indonesia akan menjadi top ten atau top five di dunia, ekonomi terbesar,” kata Chatib di Jakarta, Rabu pekan lalu. Kemudian, pada 2060 Indonesia memasuki era populasi aging. Di tahun tersebut, Indonesia harus memiliki pendapatan per kapita US$ 8.000.

Tetapi Chatib khawatir target pendapatan per kapita ini tidak terwujud dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di 5 persen seperti saat ini. Hal itu yang tidak terjadi di beberapa negara maju seperti Jepang atau bahkan Korea Selatan. “Ketika Jepang dan Korea masuk aging, PDB-nya 30 ribu, income per kapita US$ 4.000. Kalau kita tumbuh 5 persen terus, butuh 28 tahun. Masih ada risiko kita tua tapi tidak kaya.”

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...