Setelah Hong Kong, Indonesia Bidik Singapura Buka Data Rekening WNI
Pemerintah Indonesia baru saja meneken perjanjian bilateral dengan Hong Kong untuk melaksanakan pertukaran data secara otomatis terkait perpajakan. Perjanjian tersebut bakal memuluskan langkah pemerintah yang tengah mengupayakan perjanjian serupa dengan Singapura.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugeasteadi mengatakan kesepakatan dengan Hong Kong merupakan salah satu syarat yang diminta Singapura sebelum menyepakati perjanjian pertukaran informasi dengan Indonesia.
"Ada permintaan Singapura, syaratnya bahwa Hong Kong harus ikut,” ujarnya, pertengahan pekan ini. (Baca juga: Ditjen Pajak Dapat Restu Intip Data Rekening Nasabah WNI di Hong Kong)
Perjanjian serupa dengan Singapura menjadi penting. Sebab, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menyembunyikan hartanya di Singapura. Pada 2014 silam, Budi Gunadi Sadikin yang ketika itu menjabat Direktur Utama Bank Mandiri memperkirakan total dana WNI yang tersimpan di perbankan Singapura berjumlah lebih dari Rp 3.000 triliun.
Jumlah tersebut merupakan gabungan dari dana individu dan perusahaan yang masing-masing sebesar Rp 1.500 triliun. Ini artinya, jumlahnya mendekati total dana nasabah atau dana pihak ketiga/DPK) perbankan domestik pada 2014 yang sebesar Rp 3.300 triliun.
Sebelumnya, pemerintah menyelenggarakan program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk menarik pulang harta WNI yang selama ini disembunyikan di berbagai negara, termasuk Singapura. Namun, hasilnya di bawah harapan.
Hingga berakhirnya program tersebut total deklarasi harta luar negeri hanya mencapai Rp 1.032 triliun dan komitmen repatriasi Rp 147 triliun. (Baca juga: Tax Amnesty Usai, Hampir 1 Juta Peserta Ungkap Harta Rp 4.866 Triliun)
Adapun, jumlah deklarasi dan repatriasi harta dari Singapura tercatat sebagai yang terbesar walau nominalnya jauh dari potensi yang sebesar Rp 3.000 triliunan. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) melansir, per 28 Maret, dana repatriasi dari Singapura hanya sebesar Rp 84,52 triliun.
Sementara itu, dana repatriasi dari Cayman Island lebih kecil lagi yaitu hanya sebesar Rp 16,51 triliun; Hong Kong Rp 16,28 triliun; Virgin Island Rp 6,58 triliun; dan Cina Rp 3,65 triliun.
Di sisi lain, deklarasi luar negeri dari Singapura tercatat sebesar Rp 751,19 triliun. Sedangkan yang berasal dari Virgin Island Rp 76,92 triliun; Hong Kong Rp 56,27 triliun; Cayman Island Rp 52,86 triliun; dan Australia Rp 41,15 triliun.
Saat ini, pemerintah tengah mengupayakan untuk kembali memburu dana gelap WNI di luar negeri melalui kerja sama internasional: pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) untuk keperluan perpajakan. Data yang dipertukarkan di antaranya data keuangan nasabah asing. (Baca juga: Ikuti Pertukaran Data Keuangan Global, Pemerintah Bayar Rp 664 Juta)
Indonesia bersama dengan 49 negara dan yurisdiksi pajak akan memulai pelaksanaan AEoI pada tahun depan. Sedangkan 50 negara dan yurisdiksi lainnya akan memulainya di September 2017 ini. Pemerintah pun tengah menyiapkan sederet regulasi di dalam negeri untuk mendukung kerja sama tersebut.
Adapun regulasi utamanya sudah terbit yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan. (Baca juga: Pemerintah Tetap Upayakan Buka Data Nasabah Bila Perppu Ditolak)
Untuk merealisasikan kerja sama Internasional itu, Indonesia juga akan meneken perjanjian bilateral dengan negara-negara terkait. “Setelah Hong Kong, Pemerintah Indonesia akan melakukan hal yang sama dengan negara dan yurisdiksi lainnya dalam waktu dekat ini,” kata Direktur Perpajakan Internasional John Hutagaol.