Jokowi Sentil Ahok, Dana DKI Jakarta Terbanyak Nganggur di Bank
Presiden Joko Widodo merealisasikan ancamannya untuk mengumumkan daerah-daerah yang paling banyak menyimpan duit anggarannya di bank. Yang terbanyak adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal, penyerapan anggaran yang tinggi dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang dihadiri 34 gubernur dan 516 pemerintah daerah di Jakarta, Kamis (4/8), Presiden mengumumkan 10 provinsi yang penyerapan anggarannya masih rendah namun memiliki simpanan dana di perbankan dalam jumlah besar. Pertama, DKI Jakarta memiliki simpanan dana anggaran di bank sebesar Rp 13,9 triliun. “Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) duitnya memang gede, tapi nyimpen-nya juga gede. Ini harus dikeluarkan (dari bank),” kata Jokowi.
Di bawahnya berturut-turut Provinsi Jawa Barat Rp 8 triliun, Jawa Timur Rp 3,9 triliun, Riau Rp 2,9 triliun, dan Papua Rp 2,6 triliun. Selanjutnya, Jawa Tengah Rp 2,5 triliun, Kalimantan Timur Rp 1,6 triliun, Banten Rp 1,5 triliun, Bali Rp 1,4 triliun, dan Aceh Rp 1,4 triliun.
(Baca: Jokowi Dorong Pemda Jaga Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi)
Sedangkan lima besar kabupaten/kota yang menimbun dana anggarannya di bank adalah Bogor sebesar Rp 1,9 triliun, Badung Rp 1,6 triliun, Bandung Rp 1,6 triliun, Bekasi Rp 1,5 triliun, dan Tanah Laut Rp 1,3 triliun.
Sebelumnya, Jokowi pernah menegur para kepala daerah yang penyerapan anggarannya masih rendah dan banyak mengendap di bank-bank daerah. Ini merupakan dana transfer dari pemerintah pusat.
Bahkan, dia mengancam akan mengumumkan nama daerah-daerah itu. “Suatu saat kalau ini tidak bergerak, saya akan umumkan mana yang menyimpan duitnya paling banyak di bank daerah,” ujarnya saat penutupan acara Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, awal Mei lalu. (Baca: Serapan Anggaran Rendah, Jokowi Tegur Kepala Daerah)
Kini, Jokowi menjalankan ancamannya tersebut. “Saya sudah dibisikin sama Menteri Keuangan (Sri Mulyani), ‘Pak diungkap saja’. Ya saya ungkap,” kata Presiden. Jokowi mengakui, jumlah dana anggaran yang mengendap di bank sudah menurun, yaitu dari Rp 246 triliun pada Mei lalu menjadi Rp 214 triliun per akhir Juni 2016.
Tapi, dia menilai, jumlah tersebut masih besar dan di atas Rp 200 triliun. Padahal anggaran ini menjadi sumber uang beredar di masyarakat, yang diharapkan bisa mendorong konsumsi rumah tangga. Efek lanjutannya adalah memacu pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, Presiden meminta agar pemerintah daerah segera mengeluarkan dana itu dari bank dan mempercepat penyerapan anggarannya.
"Keterlambatan realisasi (anggaran) seperti ini jangan diteruskan. Setop, harus segera dikeluarkan,” katanya. (Baca: Terindikasi Tak Wajar, Dana Enam Daerah Diubah ke Surat Utang)
Jika penyerapan anggaran masih rendah, Jokowi kembali mengancam akan mengubah transfer daerah dan dana desa dari langsung menjadi melalui surat utang. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan di beberapa provinsi dan kabupaten sejak bulan lalu.