Belanja Negara Terancam Dipotong Rp 200-300 Triliun

Desy Setyowati
8 Juni 2016, 16:31
Properti gedung
Arief Kamaludin|KATADATA
Sebab, sebagian aset warga Indonesia sudah kembali ke dalam negeri berbentuk back to back loan.

Ia memperkirakan, potensi penerimaan dari kebijakan itu berkisar Rp 90 triliun sampai Rp 100 triliun. Itu dengan asumsi tarif tebusan lebih tinggi dari rencana pemerintah, yaitu rata-rata empat persen untuk yang merepatriasi asetnya dan enam persen bagi yang mendeklarasikan saja asetnya.

Berdasarkan risiko tersebut, Lana memandang pemerintah perlu menyediakan alternatif pendanaan untuk memastikan belanja negara tidak tersendat. Alternatif yang paling mungkin adalah meminjam Saldo Anggaran Lebih (SAL), lalu dikembalikan setelah tax amnesty membuahkan hasil.

(Baca: Penerimaan Negara Seret, Defisit Anggaran Bengkak Jadi 2,5 Persen)

RAPBN 2016

Jika tidak ada kepastian pendanan, Lana khawatir belanja pemerintah akan terganggu sehingga berujung pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 5,3 persen tahun ini. “Kalau andalkan tax amnesty, (dananya) baru terkumpul di Desember. Kan masuknya sebagian-sebagian, padahal belanja pemerintah sudah harus mulai setiap bulan,” katanya kepada Katadata, Rabu (8/6).

Lana memperkirakan pemerintah harus memangkas belanja sekitar Rp 199 triliun kalau penerimaan dari tax amnesty hanya Rp 60 triliun. Bahkan, jika tax amnesty itu gagal dilaksanakan tahun ini, perkiraannya pemerintah harus memangkas belanja hingga Rp 299 triliun.

Selain itu, tanpa adanya kepastian belanja yang meningkat per kuartal, dia memperkirakan ekonomi sampai akhir tahun nanti hanya tumbuh 4,9 persen. Sebab, pemerintah sudah kehilangan momentum tumbuh besar pada kuartal I dan II. Bahkan, berpotensi kehilangan momentum lagi di kuartal III lantaran Kementerian dan Lembaga (K/L) menahan belanja menunggu kepastian RAPBN-P 2016.

Menghadapi kondisi sulit tersebut, Lana mengusulkan agar pemerintah berani menggunakan ruang defisit anggaran pemerintah daerah (pemda) sebesar 0,5 persen.

Alhasil, defisit pemerintah pusat diperlebar menjadi 2,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Jumlahnya lebih tinggi dari target defisit dalam RAPBN-P 2016 yang sebesar 2,48 persen.

(Baca: Revisi APBN 2016, Pemerintah Dinilai Terlalu Optimistis)

Menurut Lana, pelebaran defisit ke kisaran 2,8 persen atau 2,9 persen masih bisa ditolerir karena tidak melebihi aturan yaitu sebesar 3 persen. Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak terganggu gara-gara ketidakpastian dana tax amnesty. “Perlu keberanian pemerintah, apakah bertahan dengan (asumsi defisit) 2,48 persen dan asumsi potensi tax amnesty Rp 165 triliun, atau mau melebar ke 2,8-2,9 persen dengan asumsi tax amnesty Rp 60 triliunan,” katanya.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...