APBN Dipotong Rp 50 T, Jokowi Mau Pangkas Lagi Dana Kementerian
Pemerintah telah memutuskan pemotongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 50,02 triliun. Penyebabnya adalah seretnya penerimaan negara tahun ini, khususnya dari perpajakan. Meski begitu, Presiden Joko Widodo berencana akan memangkas lagi pengeluaran Kementerian / Lembaga (K/L).
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam sidang kabinet beberapa waktu lalu, menjelaskan kondisi perekonomian global dan pendapatan negara dari sektor pajak yang diperkirakan bakal sama dengan tahun lalu. Sekadar informasi, per 8 Mei lalu, penerimaan negara baru sekitar Rp 419,2 triliun atau 23 persen dari target Rp 1.822,5 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak -di luar bea dan cukai- sekitar Rp 272,04 triliun atau 20 persen dari target Rp 1.360,2 triliun.
Karena itulah, pemerintah memutuskan memotong pengeluaran K/L secara proporsional sebesar Rp 50,02 triliun. Keputusan ini diperkuat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 yang telah diteken Jokowi awal pekan ini. “Itu sudah diputuskan dalam (sidang kabinet) paripurna dan Inpresnya sudah ditandatangani Presiden. Ini bagian nantinya di dalam penyusunan APBN-Perubahan yang akan dimasukkan ke parlemen dalam waktu dekat ini,” kata Pramono, seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (18/5).
(Baca: Pemotongan Belanja Tak Akan Ganggu Target Pertumbuhan Ekonomi)
Pemotongan pengeluaran K/L itu dilakukan terhadap belanja yang tidak perlu, seperti belanja operasional dan lain-lain, dan bukan pada belanja modal untuk pembangunan infrastruktur. Mengenai teknis pemotongan anggaran masing-masing K/L, dilakukan secara proporsional. Jadi, anggaran K/L yang sudah besar akan dipotong lebih besar, begitu pula sebaliknya.
“Tentunya K/L yang lebih tahu, di antaranya adalah pengadaan-pengadaan yang tidak produktif, karena sesuai arahan dari Presiden bahwa efisiensi itu menjadi kata kunci yang penting,” ujar Pramono.
Ia menepis kekhawatiran adanya keberatan dari masing-masing K/L terkait pemotongan anggaran tersebut. Sebab, pemotongan dilakukan secara terbuka dan diputuskan dalam rapat paripurna kabinet. “Alhamdulillah sampai hari ini tidak ada K/L yang keberatan.”
Lantaran pemotongan anggaran tersebut bertujuan untuk efisiensi, maka anggarannya tidak dialokasikan ke tempat lain. Kalau pun ada kelebihan dana maka dimasukkan dalam Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) atau dipakai untuk membiayai proyek-proyek pembangunan.
(Baca: Anggaran Kementerian Dipangkas, Pemerintah Hemat Rp 50,6 Triliun)
Ke depan, menurut Pramono, Presiden menilai APBN 2016 masih bisa dipotong lagi. “Ada kemungkinan dilakukan pemotongan tambahan, karena memang Presiden dan Wakil Presiden memberikan arahan kepada seluruh K/L untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu,” katanya.
Rencananya, setelah Presiden kembali dari kunjungan kerja ke Korea Selatan dan Rusia pada akhir pekan ini, akan ada rapat khusus untuk membahas rencana pengurangan atau pemotongan lagi anggaran negara. “Yang dipotong adalah spending-nya, pengeluarannya.”
Di sisi lain, Pramono menepis anggaran bahwa kebijakan pemotongan anggaran tersebut akibat belum adanya pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, yang hingga kini masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemotongan anggaran tersebut merupakan bagian dari kebijakan efisiensi dalam sistem penganggaran.
(Baca: Kejatuhan Harga Minyak Perlebar Defisit Anggaran 2016)
Ia mencontohkan keberhasilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memotong pengeluaran. Hal tersebut buah dari perubahan nomenklatur kementerian tersebut yang dibuat lebih sederhana. Alhasil, anggaran negara bisa langsung tersalurkan kepada objek dari anggaran tersebut. “Ternyata bisa keluar, diturunkan (anggarannya) sampai Rp 1,3 triliun,” kata Pramono.