BI Peringatkan Pemerintah Akan Perlambatan Cina dan Bunga Amerika

Muchamad Nafi
26 November 2015, 18:49
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA

“Kondisi perekonomian Amerika, perlambatan Cina, harga komoditas, dan sudden reversal akan menghadang. Jadi, hati-hati ekonomi dunia belum tentu akan sebaik perkirakan. Prediksi tumbuh 3,5-3,6 persen, itu pun bisa lebih rendah,” ujar Agus. Untuk itu, ia menegaskan kebijakan BI akan konsisten dan hati-hati. Begitu juga dalam menetapkan kebijakan moneter. (Baca pula: Tahan BI Rate, BI Pilih Turunkan GWM untuk Memacu Kredit).

Prediksi serupa juga disampaikan oleh Tony Prasetyantono. Ekonom dari Universitas Gadjah Mada ini menyatakan kenaikan Fed Rate bisa melemahkan rupiah. Konsumen dan produsen khawatir situasi krisis finansial akan terulang seperti 2008. Karena itu, tugas utama BI adalah menjaga stabilitas dan kredibilitas rupiah. “Itu tidak mudah karena Indonesia rentan capital outflow. Saya mengerti kalau BI Rate belum bisa turun dari 7,5 persen,” kata Tony.

Menurutnya, suku bunga acuan BI bisa turun, tapi risikonya rupiah kemungkinan melemah. Bila terjadi seperti itu, akan berpotensi menggerus cadangan devisa. Karena itu, BI perlu berhati-hati menanggapi permintaan pemerintah untuk menurunkan bunga acuan seperti yang sering disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Tony berpendapat, stabilitas rupiah merupakan prioritas bank sentral. Pasalnya, rasa percaya diri di level ini cukup rendah. Masyarakat cenderung menunda belanja dan menaruh uangnya dalam bentuk dana pihak ketiga. “Lebih senang mengamankan asetnya dalam bentuk dolar, emas, atau deposito di bank,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas jasa Keuangan Muliaman D. Hadad menyatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini lumayan bagus. Di tengah gejolak ekonomi global, ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang atau emerging market lainnya seperti Brazil, Turki, dan Afrika Selatan.

Kondisi tersebut merupakan refleksi dari banyak faktor yang relatif bagus. Misalnya, konsumsi rumah tangga meningkat. Demikian pula dengan konsumsi pemerintah. Hasilnya, inflasi tahun ini (year to date) 2,16 persen. “Terendah sepanjang RI berdiri. Ini bisa menjadi modal untuk mendorong stabilitas pertumbuhan ekonomi lebih sehat,” kata Muliaman.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...