Belanja Pemerintah Dinilai Tak Ampuh Memacu Pertumbuhan Ekonomi
KATADATA ? Upaya pemerintah memacu belanja dan pembangunan infrastruktur hingga akhir tahun ini dinilai tidak akan efektif untuk membangkitkan perekonomian. Alih-alih memutar roda ekonomi, upaya tersebut malah bisa kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi jangka pendek.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pernah menyatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar 5,2 persen-5,4 persen atau lebih rendah dari target yang dicanangkan dalam APBN Perubahan 2015 sebesar 5,7 persen. Ia optimistis, pengeluaran pemerintah dalam bentuk realisasi belanja dan pembangunan infrastruktur bakal meningkat pada semester II ini sehingga bisa mengerek pertumbuhan ekonomi. Pekan lalu, saat berdialog dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Presiden Joko Widodo juga menekankan pentingnya belanja pemerintah untuk membangkitkan perekonomian.
Namun, Ekonom Faisal Basri menyoroti pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi bakal lebih tinggi pada semester II ini karena penyerapan anggaran lebih besar dan proyek-proyek infrastruktur mulai berjalan lancar. Pasalnya, dari lima komponen produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran: konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto alias investasi, dan ekspor-impor, kontribusi konsumsi pemerintah dan investasi selama ini tidaklah dominan.
Mengacu kepada PDB tahun 2014, sumbangan pengeluaran pemerintah hanya 9,54 persen dan sangat kecil dibandingkan dengan kontribusi konsumsi rumah tangga dan LNPRT yang mencapai 57,25 persen. ?Kalaupun pemerintah menggenjot belanja rutin, dampaknya terhadap pertumbuhan relatif sangat kecil karena porsinya sangat rendah,? kata Faisal dalam artikel di blognya, Sabtu (11/7) pekan lalu.
Pemerintah juga menggadang-gadang proyek infrastruktur untuk memacu perekonomian. Ini masuk dalam pos belanja modal atau investasi, yang kontribusinya 32,57 persen tehadap PDB tahun 2014. Namun, kalau dibandingkan dengan harga berlaku sebesar Rp 3.434 triliun, belanja modal pemerintah dalam APBN 2014 senilai Rp 135 triliun atau hanya 3,9 persen dari komponen investasi. Kalaupun belanja modal pemerintah dinaikkan dua kali lipat seperti tercantum dalam APBN Perubahan 2015 menjadi Rp 276 triliun, tetap saja porsinya sangat kecil, yakni sekitar 5 persen-6 persen. ?Jadi, menggenjot belanja untuk infrastruktur tak banyak membantu mengerek pertumbuhan ekonomi,? kata Faisal.
Sebaliknya, ekspansi anggaran lewat peningkatan belanja pemerintah dapat kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Pasalnya, untuk meningkatkan belanja, pemerintah harus mengerek penerimaan. Penerimaan terbesar dari pajak. Upaya pemerintah menggenjot penerimaan dengan beragam pungutan pajak justru membatasi ruang gerak masyarakat berbelanja dan pelaku usaha untuk berekspansi. Kondisi ini akan bermuara pada perlambatan ekonomi.
Saat bertemu dengan Presiden Jokowi, Jumat pekan lalu (10/7), para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengkritik pungutan pajak tersebut. ?Itu malah merugikan sektor usaha,? kata Suryo Bambang Sulisto, Ketua Kadin. Ia meminta Jokowi mengeluarkan kebijakan yang terintegrasi dan lebih pro-pengusaha. Tapi, berbeda saat bertemu anggota ISEI sehari sebelumnya, Jokowi tidak berpidato atau berdialog dengan pengurus Kadin dalam forum tersebut.