Strategi Prabowo Cari Tambahan Anggaran: PPN 12% hingga Wacana Tax Amnesty
Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menghadapi tantangan besar untuk mendanai program prioritas yang membutuhkan anggaran besar pada 2025.
Pemerintah menargetkan penerimaan negara mencapai Rp 3.005,1 triliun pada 2025, meningkat dari Rp 2.802,3 triliun pada tahun ini. Belanja negara pun ditargetkan naik dari Rp 3.613,1 triliun menjadi Rp 3.621,3 triliun.
Namun, APBN 2025 menetapkan defisit sebesar 2,53% dari PDB, atau sekitar Rp 616,2 triliun. Besarnya defisit ini semakin menjadi sorotan karena struktur kabinet Prabowo yang gemuk, dengan 48 menteri dan 55 wakil menteri. Sebagai perbandingan, era Jokowi hanya memiliki 34 menteri dan 18 wakil menteri.
Untuk menutup defisit dan mengejar target penerimaan, pemerintah mengusulkan sejumlah kebijakan, termasuk kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan wacana penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) jilid III.
Kenaikan PPN Menjadi 12%
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelumnya, kenaikan PPN ini juga dilakukan bertahap dari 10% menjadi 11%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. "Sudah ada undang-undangnya, dan ini hasil pembahasan bersama (dengan Komisi XI DPR," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (14/12).
Sejalan dengan itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Nathan Kacaribu memproyeksi kenaikan PPN bisa menambah penerimaan pajak Rp 75 triliun. Sebagai perbandingan, kenaikan tarif dari 10% menjadi 11% pada 2022 menghasilkan tambahan Rp 60,76 triliun.
Wacana Tax Amnesty Jilid III
Tax amnesty kembali menjadi perhatian sebagai upaya pemerintah mendapatkan dana segar. Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengungkapkan rencana pembahasan RUU Tax Amnesty dengan Kementerian Keuangan.
“Kita akan membicarakan dengan pemerintah akan seperti apa mekanismenya. Apakah itu akan menjadi usulan inisiatif DPR atau menjadi inisiatif pemerintah,” kata Misbakhun di Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (19/11).
Namun, Direktur Penyuluhan Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menyatakan belum ada pembahasan resmi mengenai program ini. Hal ini disampaikan Dwi pada Selasa (19/11).
Ekonom Celios, Nailul Huda, mengkritik tax amnesty sebagai kebijakan yang tidak adil dan hanya menguntungkan pengemplang pajak. Ia memperingatkan bahwa pengampunan pajak dapat memicu pengusaha menunggu program serupa di masa depan, yang justru melemahkan kepatuhan pajak.
Menggali Potensi Underground Economy
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyoroti peluang pajak dari underground economy atau aktivitas ekonomi yang belum tercatat, seperti judi online dan game online.
Aktivitas ini berkontribusi pada PDB tetapi belum dikenakan pajak penghasilan (PPh). "Teman-teman Pajak harus pintar mencari sumber tambahan penerimaan dari underground economy," kata Anggito dalam acara Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (28/10).
Apalagi, masih banyak potensi underground economy yang belum teregistrasi dan terdeteksi. Bahkan para pelaku ekonomi ini juga tidak membayar pajak ke negara.