Kepala Bappenas: Otonomi Khusus Kaltim Bukan Prioritas
KATADATA ? Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago mengatakan pemberlakuan otonomi khusus untuk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) belum menjadi prioritas pemerintah saat ini. Dia menganggap otonomi khusus (otsus) belum diperlukan bagi Kalimantan Timur.
"Masih banyak agenda prioritas untuk Kaltim misalnya percepatan pembangunan infrastruktur," katanya kepada Katadata, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (15/1).
Dia mengatakan segala kemungkinan masih bisa terjadi dalam jangka panjang. Hanya saja untuk jangka waktu dekat belum ada rencana pemerintah untuk memberlakukan otsus.
Andrinof mengatakan saat ini memang ada desakan untuk memberlakukan otonomi khusus di Kaltim. Salah satu faktor yang menjadi pemicu adalah kekecewaan terhadap penundaan dan pembatalan sejumlah proyek di Kalimantan Timur.
Tuntutan otsus ini disampaikan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam pidatonya saat rapat paripurna ulang tahun provinsi tersebut di Gedung DPRD Kaltim, pekan lalu. Masyarakat Kaltim menilai pemerintah pusat tidak adil dalam memberikan dana bagi hasil kekayaan minyak dan gas bumi (migas). Bahkan Awang mengatakan provinsi yang kaya akan migas tersebut masih terbelakang dalam pembangunan infrastruktur.
Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Amanat Nasional Siti Qomariah mengatakan tuntutan Awang merupakan letupan kekecewaan terhadap pemerintah pusat. Masalah utamanya adalah soal pembagian dana bagi hasil (DBH) dari produksi migas. Selama ini, sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Provinsi Kaltim hanya menerima 15,5 persen DBH migas.
Kenyataannya pendapatan DBH migas Kaltim pun masih dipangkas lagi hingga hanya menjadi 3 persen, karena dikurangi lagi oleh penggantian biaya produksi migas (cost recovery). Sementara Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua yang memiliki status otonomi khusus memperoleh DBH migas hingga 70 persen. ?Jadi ini problem utamanya,? kata Siti.
Perjuangan untuk memperbaiki Kaltim sudah pernah dilakukan dengan mengajukan judicial review terhadap UU 33/2004, tapi gagal. Saat ini pemerintah provinsi Kaltim masih mempersiapkan pengajuan otsus tersebut langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mustafa Kamal mengakui beberapa daerah seperti Kaltim, Riau, dan Bali mendapat anggaran yang terhitung kecil, padahal sumbangan dari hasil buminya cukup besar. Makanya tidak jarang ada kesenjangan dan kemiskinan terjadi di wilayah-wilayah yang kaya dengan hasil bumi.
?Kami siap menampung aspirasi beliau (Awang), bisa dengan cara amandemen UU 33/2004), atau membuat UU baru. Yang pasti agar porsi yang ada sekarang, diperbesar,? ujar Mustafa kepada Katadata.
Meski demikian, Mustafa mengingatkan bahwa tuntutan otsus Kaltim tidak dapat dipenuhi. Dia khawatir hal ini akan memicu keinginan provinsi-provinsi lain untuk mendapatkan status yang sama, dan bisa berujung pada perubahan bentuk negara menjadi Federasi.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek menjelaskan pihaknya mensinkronisasikan dua regulasi terkait pemerintahan daerah agar mendapatkan porsi APBD yang lebih besar. Salah satunya UU 33/2004.
?Kita sinkronisasi lagi bagaimana menghitung kebutuhan belanja otonom. Jadi nantinya money will follow function (uang akan mengikuti fungsi dan kewenangan) daerah,? ujarnya.
Masalahnya, dia ragu apakah judicial review UU tersebut bisa dilakukan dalam waktu dekat. Beberapa waktu lalu, judicial review UU 33/2004 sudah pernah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).