KPK Sesalkan Pandangan 34 Tokoh Soal Century
KATADATA ? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan sikap sejumlah tokoh yang yang menyampaikan pendapat soal persidangan kasus Bank Century. Pernyataan terebut dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan (contempt of court).
?Pendapat mereka tidak hanya misleading dan menyesatkan karena pendapat dikemukakan tanpa mengikuti fakta persidangan secara utuh dan cermat,? kata Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, saat dihubungi Katadata, Selasa (15/7) malam.
Dia menilai pandangan sejumlah tokoh tersebut dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan (contempt of court) karena disampaikan di ujung proses peradilan melalui amicus curiae.
?Setidaknya mereka dapat dikualifikasikan sebagai obstruction of justice (perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum),? kata Bambang. ?Menelikung di ujung proses persidangan bukan tindakan terhormat, etis, dan profesional.?
(Baca: Kesaksian JK, Informasi Baru Soal Century)
Salah satu indikasi tidak utuhnya pemahaman para pembuat amicus, menurut Bambang, adalah tidak dibacanya tuntutan KPK. Di dalam tuntutan tersebut, Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi, sebagai eks pemilik Bank Century juga diminta tanggung jawab untuk membayar kerugian. ?Ini justru akan menguatkan posisi Indonesia di proses arbitrase internasional,? kata dia.
Sebelumnya sejumlah tokoh menganggap kriminalisasi kebijakan penyelamatan Bank Century sangat merugikan dan berisiko. Di masa mendatang, para pengambil kebijakan akan khawatir jika ingin membuat keputusan di saat krisis.
Peradilan ini pun dinilai dapat berdampak pada gagalnya pengembalian aset-aset Bank Century di luar negeri. Selama ini pengejaran aset-aset tersebut menggunakan argumentasi terjadinya krisis keuangan pada 2008.
Para tokoh dari beragam profesi tersebut menyampaikan amicus curiae atau sahabat pengadilan terkait ?Pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penetapan PT Bank Century Tbk sebagai Bank Berdampak Sistemik? ke Majelis Hakim Pemeriksa pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ke-34 tokoh tersebut di antaranya, pengacara Todung Mulya Lubis, tokoh agama Salahuddin Wahid, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Guru Besar Hukum UI Hikmahanto Juwana, dan mantan Menteri Kelautan Sarwono Kusumaatmadja, dan sejumlah tokoh lainnya.
Dalam tuntutan terhadap Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, KPK meyakini telah memenuhi rumusan delik serta menemukan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. ?Sesuai fakta persidangan dalam konteks FPJP, tindakan yang dilakukan Budi Mulya secara bersama-sama dikualifikasi sebagai tindak pidana,? kata Bambang.
Hal yang sama juga dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. ?Dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana dan bukan kriminalisasi kebijakan publik,? tuturnya. ?Kami sudah jelaskan soal fakta-fakta persidangan secara rinci. Jelaskan pada saya mana kebijakan yang dikriminalisasi.?
(Baca: Bukti SMS Sri Mulyani untuk SBY dan JK)
Wakil Menteri Hukum dan HAM yang juga Ketua Tim Pengembalian Aset Century Deny Indrayana mengatakan, amicus curiae yang disampaikan sejumlah tokoh bukan intervensi ke pengadilan. ?Ini sebagai dukungan kepada pengadilan Tipikor, kami kepada KPK, dukungan kami agar proses hukum, demi keadilan hakiki betul-betul muncul dan hadir, betul-betul lahir,? tegas Denny.
Pendapat dan masukan ini, kata dia, diberikan sehubungan dengan perkembangan persidangan yang menunjukkan kasus ini tidak lagi sekadar mencari kebenaran terkait tuduhan korupsi oleh terdakwa. Tetapi juga menyoroti kebijakan publik terkait penyelamatan Bank Century.
Apalagi dasar hukum pemberian FPJP dan bailout penyelamatan Bank Century berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2008. Dia menyayangkan di persidangan menyebutkan penerbitan Perppu itu bukan tolok ukur adanya krisis.
"Kita sama-sama paham bahwa konsep Perppu yang diatur dalam Undang Undang Dasar itu syarat konstitusionalitasnya jelas, kalimat yang sering muncul adalah tiga kata kegentingan yang memaksa," ujarnya.
(Baca: Boediono: Sebut Ada Bank Akan Jatuh Itu Bunuh Diri)
Dalam sejumlah kasus, amicus curiae pernah beberapa kali dilakukan dalam sistem peradilan di Indonesia, termasuk dalam kasus Bibit-Chandra yakni dalam Peninjauan Kembali (PK di Mahkamah Agung (MA) antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia melawan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2010.
Selain kasus Bibit-Chandra, amicus curiae juga dilakukan pada perkara PK MA antara Time Inc. Asia, Et. Al melawan H.M. Suharto tahun 1999; PK MA antara Erwin Ananda melawan Negara Republik Indonesia (Kasus Playboy) tahun 2011; perkara di PN Tangerang antara Prita Mulyasari melawan Negara Republik Indonesia (Kasus Prita) tahun 2009; perkara di PN Makassar antara Upi Asmaradhana melawan Negara Republik Indonesia tahun 2009.
Bahan amicus curiae kasus Bank Century sila klik attachment di bawah.