Faisal Basri: Investasi Tak Bermasalah, Pijakan UU Cipta Kerja Keliru

Agustiyanti
9 Oktober 2020, 12:34
investasi, omnibus law, omnibus law cipta kerja, uu cipta kerja, faisal basri
Faisal Basri KATADATA|Agung Samosir
Ekonom Faisal Basri menyebut pertumbuhan Investasi Indonesia lebih tinggi dari Tiongkok, Malaysia, Thailand, Afrika Selatan, dan Brazil serta hampir sama dengan India.

Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja untuk mendongkrak investasi agar tercipta lebih banyak lapangan kerja. Ekonom Faisal Basri menilai landasan pemerintah menerbitkan omnibus law keliru karena investasi Indonesia selama ini tumbuh cukup tinggi. 

"Presiden keliru mengatakan investasi terhambat dan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan “tidak nendang”. Alasan keliru ini membuat Presiden mencari jalan pintas dengan mengajukan Omnibus Law Cipta Kerja,"  kata Faisal dalam opini yang ditulis melalui situs pribadinya, Jumat (9/10). 

Faisal menjelaskan, pertumbuhan investasi Indonesia lebih tinggi dibandingkan Tiongkok, Malaysia, Thailand, Afrika Selatan, dan Brazil serta hampir sama dengan India. Hanya Vietnam yang pertumbuhan investasinya lebih tinggi dari Indonesia.

Investasi yang dimaksud Faisal adalah pembentukan modal tetap bruto yang berwujud investasi fisik dan merupakan salah satu komponen dalam produk domestik bruto. 

Porsi investasi dalam PDB juga terus meningkat di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, bahkan lebih tinggi dibandingkan rerata negara berpendapatan menengah-bawah maupun menengah-atas. Di ASEAN, menurut Faisal, Indonesia bahkan menjadi yang tertinggi. 

"Porsi investasi dalam PDB mencapai rekor tetinggi justru tercapai pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Mengapa justru Presiden Jokowi menafikan keberhasilannya,"  ujarnya. 

Penjelasan Faisal mengacu pada data Bank Dunia hingga 2018. Porsi investasi terhadap PDB Indonesia mencapai 34,6% Sedangkan Malaysia sebesar 23,6%, Vietnam 26,5%, India 31,3%, Afrika Selatan 17,9%m dan Brazil 15,4%. Di antara negara emerging market, hanya Tiongkok yang melampaui Indonesia mencapai 44,1%.

"Namun, Tiongkok menyadari arah investasi mereka sudah terlalu tinggi. Banyak pabrik kelebihan kapasitas. Akhirnya Tiongkok banting stir dan menyalurkan investasinya ke luar negeri," katanya. 

Di dalam negeri, Tiongkok memacu konsumsi masyarakat agar lebih banyak menyerap produksi domestik sehingga ketergantungan pada ekspor dapat dikurangi. Pemerintah Tiongkok tak mau lagi menekan buruh dengan upah murah. Porsi investasi dalam PDB di Tiongkok pun menurun cukup signifikan dalam sewindu terakhir,

"Buat apa menyenangkan konsumen dunia dengan menawarkan barang-barang murah tetapi menekan peningkatan kesejahteraan rakyatnya sendiri"  ujarnya.

Selain porsi PDB terhadap investasi, menurut dia, masih banyak indikator yang menunjukkan kondisi investasi Indonesia yang cukup baik. Di mata perusahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di luar negeri, Indonesia berada di posisi kelima sebagai negara yang paling menjanjikan.

Survei yang dilakukan majalah terpandang The Economist  pada tahun lalu menunjukkan hampir separuh responden berencana meningkatkan investasinya di Indonesia. Indonesia berada di posisi ketiga di Asia setelah Tiongkok dan India.

"Di mata Tiongkok, Indonesia kian menarik. Jika pada tahun 2013 dan 2015 Indonesia di urutan ke-44 dalam China Going Global Investment Index, dalam survei terakhir tahun 2017 posisi Indonesia melonjak tajam menjadi ke-26," ujarnya. 

Investasi Indonesia cukup moncer meski memasang pagar tinggi guna membatasi investasi asing setelah Filipina dan Arab Saudi terutama terkait kepemilikan pada sektor-sektor usaha tertentu. "Kalau Indonesia ingin dibanjiri investor asing, tebas saja pagar tinggi itu. Tak perlu bom atom omnibus law, cukup melongggarkan equity restriction," katanya.

Ia menekankan diagnosis yang salah terhadap kondisi perekonomian menciptakan kebijakan yang salah. Salah satu yang sudah terjadi dan paling fatal, menurut dia,  adalah pandangan bahwa keberadaan dan sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi penghambat investasi sehingga lembaga tersebut dilemahkan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...