Faisal Basri: Investasi Tak Bermasalah, Pijakan UU Cipta Kerja Keliru

Agustiyanti
9 Oktober 2020, 12:34
investasi, omnibus law, omnibus law cipta kerja, uu cipta kerja, faisal basri
Faisal Basri KATADATA|Agung Samosir
Ekonom Faisal Basri menyebut pertumbuhan Investasi Indonesia lebih tinggi dari Tiongkok, Malaysia, Thailand, Afrika Selatan, dan Brazil serta hampir sama dengan India.

"Yang paling membuat pening kepala para investor adalah korupsi dan birokrasi pemerintahan yang tidak efisien. Urusan ketenagakerjaan sendiri berada urutan kesebelas," katanya. 

Ekonomi Tak Efisien

UU Cipta Kerja mencakup perubahan dan penyederhanaan terhadap 79 UU dan 1.203 pasal. Aturan sapu jagat ini berisi 15 bab dan 186 Pasal yang terdiri dari 905 halaman. Dalam penjelasannya, aturan ini keluar demi penyerapan tenaga kerja di tengah persaingan yang semakin kompetitif.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan pelaku usaha akan mendapat manfaat seperti kemudahaan dan kepastian usaha. Kemudian insentif dan kemudahan dalam bentuk fiskal atau kepastian pelayanan dalam rangka investasi. "Adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas, agar investasi bisa masuk dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah," kata Airlangga dalam keterangannya Selasa (6/10).

Airlangga menyebut investasi yang masif dibutuhkan untuk menyerap 30 juta para pencari kerja di Indonesia. Hal ini mengacu pada data kartu prakerja. 

Masalah deindustriliasasi karena investasi yang menurun pada sektor manufaktur juga menjadi salah satu alasan pemerintah dan pengusaha mendorong Omnibus Law Cipta Kerja. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani gencar menyuarakan isu deindustrialisasi tersebut sejak tahun lalu. Fenomena ini dianggap telah terjadi hampir dua dekade di RI. 

Rosan yang juga menjabat Ketua Satuan Tugas Omnibus Law ini memastikan salah satu pendorong keluarnya aturan sapu jagat adalah menyelamatkan manufaktur dari deindustrialisasi.  Proporsi manufaktur pada ekonomi Indonesia terus menurun sejak tahun 2000 dari  39,8% menadi 26,9% pada 2019. “Betul sekali, mencegah deindustrialisasi,” kata Rosan kepada Katadata.co.id, Kamis (8/10).

Adapun Faisal menilai masalah paling mendasar dalam perekonomian Indonesia sebenarnya adalah investasi besar dengan hasil investasi kecil. Kondisi ini yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sebelum pandemi bertengger di angka 5%. Padahal, Jokowi memasang target pertumbuhan hingga 7% di awal kepemimpinannya. 

"Inilah yang harus dijawab dan dicarikan obat mujarabnya. Ibarat anak di usia pertumbuhan yang dapat asupan bergizi tetapi berat badannya tidak naik, boleh jadi banyak cacing di perut anak itu," ujarnya. 

Ia menilai cacing dalam perekonomian adalah korupsi. Cacing juga dapat berupa praktik antipersaingan. Proyek-proyek besar diberikan ke BUMN tak ditender sehingga tidak terbentuk harga yang kompetitif. Proyek-proyek tanpa dibekali perencanaan yang memadai.

"Cacing yang lebih berbahaya adalah para investor kelas kakap yang dapat fasilitas istimewa. Investasi mereka sangat besar, tetapi hampir segala kebutuhannya diimpor, puluhan ribu tenaga kerja dibawa dari negara asal tanpa visa kerja," katanya. 

Proyek-proyek para investor tersebut masuk dalam Proyek Strategis Nasional sehingga bisa mengimpor apa saja tanpa bea masuk, tak perlu menggunakan komponen dalam negeri. Mereka bebas mengekspor seluruh produksinya tanpa dipungut pajak ekspor dan bebas pajak keuntungan sampai 25 tahun. 

Praktik-praktik tak terpuji itulah yang bermuara pada ICOR (incremental capital-output ratio) yang sangat tinggi. ICOR adalah ukuran kebutuhan investasi untuk dapat memenuhi suatu target pendapatan wilayah atau laju pertumbuhan ekonomi tertentu. Semakin tinggi angka ICOR, maka semakin sedikit output dari dana yang diinvestasikan. 

Di era Jokowi ICOR mencapai 6,5, sedangkan sepanjang kurun waktu Orde Baru hingga era SBY reratanya hanya 4,3. ICOR Indonesia tercatat paling tinggi  di ASEAN. "Artinya, selama pemerintahan Jokowi-JK, untuk menghasilkan tambahan satu unit output, diperlukan tambahan modal 50 persen lebih banyak," katanya. 

korupsi penghambat investasi
 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...