Surplus Neraca Berjalan, Janji Jokowi yang Terwujud Berkat Pandemi

Agustiyanti
13 Oktober 2020, 18:48
Sebanyak 33 perusahaan merelokasi bisnisnya dari Tiongkok. Namun, tidak ada satupun yang masuk ke Indonesia.
123RF.com/Bakhtiar Zein
Ilustrasi. BI memproyeksi neraca pembayaran pada kuasrtal III surplus seiring neraca transaksi berjalan dan neraca finansial yang surplus.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, surplus perdagangan pada kuartal ketiga lebih besar dari prakiraan. Kinerja ekspor masih cukup baik di tengah impor yang turun tajam.

"Ada andil impor yang turun tajam terutama pada barang modal dan bahan baku karena kondisi ekonomi yang lesu. Tapi di luar dugaan, ekspor masih cukup bagus," ujar David kepada Katadata.co.id.

David memperkirakan transaksi berjalan sepanjang tahun ini akan mencatatkan defisit di bawah 1% terhadap PDB. Current account deficit pun akan kembali meningkat pada tahun depan seiring dengan pemulihan ekonomi.

"Tahun depan kemungkinan defisit transaksi berjalan meningkat tapi masih akan di kisaran 1% hingga 2% karena masih masa pemulihan ekonomi," katanya.

David menilai transformasi yang termuat dalam Omnibus Law Cipta Kerja dapat membantu menurunkan defisit transaksi berjalan yang menjadi masalah klasik Indonesia saat perekonomian tumbuh. Namun, dampaknya akan terlihat saat aturan-aturan telah diimplemengtasikan.

Direketur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menjelaskan surplus transaksi berjalan baik bagi perekonomian. Namun, surplus tersebut kurang sempurna karena bukan didorong oleh kenaikan ekspor akibat produktivitas dan daya saing yang meningkat melainkan penurunan impor di tengah pandemi.

"Sebenarnya saya juga belum yakin transaksi berjalan pada kuartal tiga surplus. Demikian juga dengan kuartal IV. Mungkin mengecil defisitnya, tetapi belum sampai surplus," ujarnya.

Efek ke Rupiah

Meski BI memproyeksi neraca berjalan akan surplus, kurs rupiah pada September bergerak melemah mencapai 2,13% poin to point. Perry menjelaskan, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh ketidakpastian di pasar keuangan  akibat fakor domestik maupun global. 

"Rupiah yang saat ini bergerak di kisaran Rp 14.740 per dolar AS masih berada di bawah nilai fundamentalnya. Rupiah masih berpotensi meningkat seiring defisit transaksi berjalan dan inflasi yang rendah," katanya. 

Bank Indonesia, menurut Perry, akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar. Ini akan dilakukan melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar. 

David juga menilai pergrakan rupiah lebih banyak didominasi oleh arus keluar modal asing di instrumen portofolio, terutam saham. "Rupiah ini penggeraknya adalah aliran modal asing di portofolio. Sejauh ini penggerak dari inflo belum besar," ujar David. 

Namun, David menilai kurs rupiah saat ini sudah cukup seimbang. Dalam kondisi saat ini, menurut dia, pelemahan rupiah dapat menjadi bantalan bagi perekonomian terutama untuk mendorong ekspor. 

"Rupiah hingga akhir tahun ini kemungkinan akan mendekati Rp 15 ribu per dolar AS, mungkin akan melampaui itu jika ada sentimen negatif yang tiba-tiba terjadi." katanya. 

Mengutip Bloomberg, rupiah pada perdagangan hari ini ditutup di posisi Rp 14.725 per dolar AS. Sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah 6,2%. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...