Lembaga Pengelola Investasi RI Menata Pola Kerja dan Mencari Nakhoda
- Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority akan beroperasi pada awal 2021.
- Cara kerja LPI bakal menyerupai Sovereign Wealth Fund milik Rusia.
- LPI diharapkan mampu meningkatkan dana kelolaan hingga mencapai US$ 30 miliar.
Presiden Joko Widodo memamerkan ketertarikan banyak investor dunia untuk berinvestasi melalui Lembaga Pengelola Investasi yang tengah dibentuk pemerintah. Sovereign Wealth Fund yang akan bernama Indonesia Investment Authority (INA) bakal mulai beroperasi pada awal tahun depan.
"INA merupakan sumber pembiayaan baru untuk pembangunan, tidak berbasis pinjaman tetapi penyertaan modal atau ekuitas. Ini akan menyehatkan ekonomi kita dan BUMN-BUMN kita di sektor infrastruktur dan energi," kata Jokowi dalam Webinar Outlook Perekonomian 2021 pada pekan lalu.
Ketertarikan berinvestasi melalui INA, menurut Jokowi, telah datang dari Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Uni Emirat arab, dan Saudi Arabia. Beberapa di antaranya bahkan sudah meneken komitmen investasi senilai miliaran dolar AS.
LPI yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja, bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai aset jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. Lembaga ini serupa tapi tak sama dengan Government of Singapore Investment Corporation, Norwegia Oil Fund, Khazanah Nasional milik Malaysia, dan Russian Direct Investment Fund.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Issa Rachmatarwata menjelaskan, konsep LPI akan lebih menyerupai SWF yang dimiliki oleh Rusia. Russian Direct Investment mengelola dana yang bersumber dari internal dan dana dari investasi asing.
"Karena tujuan utama Russian Direct Investment adalah menarik dana di luar negeri untuk diinvestasikan di Rusia, maka banyak sekali menggunakan kombinasi dananya sendiri dan dana dari luar negeri. Ini yang akan mirip dengan LPI," ujar Issa dalam Webinar Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja, Selasa (27/12).
Rusian Direct Investment saat ini mengelola dana internal mencapai US$ 10 miliar dan sudah menarik FDI US$ 40 miliar atau empat kali lipat dari dananya sendiri. Dana yang dikelola di bawah Bank Pembangunan Rusia ini berada diurutan ke-41 di antara SWF yang dimiliki berbagai negara di dunia.
Issa menjelaskan, pemerintah telah mengkaji praktik SWF di berbagai negara. Selain SWF milik Rusia, ia mencontohkan dua dana kelolaan lainnya yakni Norwegian Oil Fund dan Khazanah.
SWF milik Malaysia, Khazanah saat ini menempati posisi ke-29 dari sisi dana kelolaan terbesar di dunia mencapai US$ 42 miliar. Dana kelolaan berasal dari aset keuangan Malaysia yang dikelola untuk memperoleh aset yang lebih besar. "Dana kelolaannya didorong untuk mengembangkan sektor yang strategis di Malaysia demi meningkatkan daya saing nasional," kata Issa.
Sementara itu, Norweigan Oil Fund dibentuk untuk mengelola sebagian dana hasil penambangan minyak. Pemerintah Norwegia sadar tidak selamanya mampu menghasilkan minyak sehingga menyisihkan sebagian dana untuk dikelola agar hasilnya dapat dinikmati generasi yang akan datang.
SWF milik Norwegia kini memiliki dana kelolaan terbesar di dunia mencapai US$ 1,09 triliun. Pembentukan SWF ini sejak awal bertujuan untuk mendapatkan return tinggi sehingga memiliki risk appetite paling tinggi pada saham," ujarnya.
"Kami banyak melakukan kajian dengan SWF berbagai negara, tidak hanya belajar dari satu tetapi banyak SWF meski pada akhirnya tidak semua dapat diterapkan. Kami ambil yang baik-baik karena ingin menciptakan SWF yang berskala internasional," katanya.
PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI mengatur lembaga ini bertanggung jawab langsung kepada presiden, tetapi berada di bawah pembinaan Kementerian Keuangan. Menteri keuangan akan bertindak sebagai ketua dewan pengawas, didampingi oleh menteri BUMN sebagai anggota dan tiga anggota dewan pengawas lainnya dari kalangan profesional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pendaftaran calon anggota dewan pengawas telah dibuka. Panitia seleksi yang terdiri dari dirinya, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmojo, serta Komisaris Utama Bank Mandiri sekaligus mantan Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri tengah menyeleksi calon anggota dewan pengawas.
"Sudah ada instruksi proses sampai pemilihan berisi orang-orang yang mempunyai reputasi dan kredibilitas karena menyangkut institusi yang sangat penting," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Desember 2020, pekan lalu.
Setelah dewan pengawas dibentuk, menurut dia, akan dipilih pula dewan direksi yang juga diisi oleh profesional. Sri Mulyani berharap LPI dapat menjadi kendaraan untuk membangun ekonomi Indonesia tanpa mengandalkan pinjaman. Lembaga ini akan dimaksimalkan untuk menghimpun partisipasi dana dari luar negeri guna berinvestasi pada proyek-proyek strategis di dalam negeri.
Sri Mulyani telah menyiapkan modal awal lembaga ini sebesar Rp 15 triliun melalui APBN 2020. Namun sesuai PP, modal LPI akan ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai Rp 75 triliun paling lambat pada tahun depan.
Kelola Aset Ratusan Triliun
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan lembaga ini berpotensi menarik lebih banyak investasi asing sehingga mampu mengoptimalisasi aset negara dan BUMN. Ini diharapkan mampu mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
"BUMN itu asetnya ada sekitar US$ 600 miliar. Sekarang sedang dipetakan dan dihitung aset mana saja yang dapat masuk ke dalam LPI," kata Luhut saat berbincang melalui video streaming pada akun Youtube milik Dahlan Iskan, akhir bulan lalu.
Luhut optimistis aset BUMN dapat di-leverage hingga tiga kali jika nantinya dikelola oleh LPI. Pengelolaan BUMN di bawah LPI, menurut dia, dapat mendorong manajemen perusahaan lebih profesional. "Valuasinya diharapkan meningkat. Katakanlah tahun depan bisa kelolaan LPI dapat mencapai US$ 30 miliar (setara Rp 428 triliun)," kata Luhut.
Dalam PP LPI dijelaskan bahwa modal LPI dapat berupa penyertaan modal negara dan sumber lain. PMN dapat antara lain dapat berupa barang milik negara dan aset BMN. Namun, pemindahtanganan aset negara menjadi milik LPI, tidak termasuk pada pengelolaan cabang produksi yang penting dan pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Luhut menjelaskan, LPI akan mengundang dana asing melalui partisipasi ekuitas. Pada tahap awal, lembaga ini akan menawarkan proyek-proyek di sektor infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Proyek-proyek yang ditawarkan tentunya adalah yang memberikan hasil investasi cukup baik.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai kemampuan LPI untuk menarik investasi asing akan bergantung pada potensi ekonomi domestik dan proyek-proyek yang ditawarkan. "Proyek yang ditawarkan tentu harus yang memiliki return investasi menarik. Kalau proyek infrastruktur yang kurang menarik tetap butuh penjaminan," katanya.
SWF, menurut dia, tetap akan bersaing dengan banyak negara yang juga membutuhkan investasi. Selain infrastruktur, pemerintah dapat menawarkan proyek-proyek pada sektor-sektor yang saat ini sebenarnya tengah naik daun, seperti proyek-proyek energi berkelanjutan dan teknologi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute of Development for Economics and Finance Tauhid Ahmad pesimistis LPI akan memberi dampak signifikan pada perekonomian mulai tahun depa. Pasalnya LPI masih akan berfokus kepada pendalaman organisasi. "Belum bisa memberi sumbangsih kepada proyek infrastruktur yang besar," kata Tauhid dalam acara Catatan Akhir Tahun: Vaksin Datang, Ekonomi Melaju Kencang? melalui video streaming pada Rabu (23/12).