Sri Mulyani Bakal Beri Wewenang Pemda Bentuk Dana Abadi
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu substansinya adalah pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membentuk dana abadi daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa kebijakan tersebut akan diberikan kepada daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi dan telah memenuhi kebutuhan pelayanan dasar publik. "Ini tentu tergantung dari masing-masing daerah sehingga dana abadi memang ditujukan untuk antar generasi manfaatnya," ujar Sri Mulyani dalam keterangan resminya, Jakarta (29/6).
Dana abadi daerah bertujuan untuk memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah dan kemanfaatan umum lintas generasi, baik manfaat ekonomi, sosial, dan lainnya. Pengelolaan dana abadi daerah nantinya akan dilakukan oleh Bendahara Umum Daerah (BLUD) dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai.
Adapun dana abadi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah dan tidak dapat digunakan untuk belanja. Selain itu, RUU HKPD akan mengatur pemerintah daerah agar meningkatkan kemampuan pendanaan daerah untuk akselerasi penyediaan infrastruktur dan program prioritas yang menjadi kewenangan daerah.
Sri Mulyani menjelaskan, sinergi pendanaan daerah berasal dari APBD dan non APBD. Pendanaan APBD terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), transfer ke daerah (TKD), dan pembiayaan utang.
Simak Databoks berikut:
Sedangkan, non APBD berasal dari BUMN atau BUMD, belanja kementerian/lembaga, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), dan atas kerja sama daerah. Hal ini dilakukan untuk membangun sinergi pendanaan dari berbagai sumber.
“Dengan integrasi ini, maka diharapkan hasilnya dalam bentuk program dan proyek yang bisa dapat dilihat secara nyata oleh masyarakat di daerah,” ujar dia.
RUU HKPD juga akan mengatur sinergi antara kebijakan fiskal pemerintah pusat dan daerah. Tujuannya, untuk menyelaraskan kebijakan fiskal daerah dengan kebijakan fiskal pemerintah pusat dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Di sisi lain, RUU tersebut berisi optimalisasi skema pembiayaan utang daerah. Dengan demikian pemerintah daerah bisa lebih kreatif dalam mengakses pembiayaan untuk meningkatkan pembangunan dan pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan masyarakat. Tetapi, dengan tetap memperhatikan kredibilitas dan keberlanjutan APBD.
Sebelumnya, Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet berpendapat bahwa RUU ini tidak selaras dengan semangat otonomi daerah untuk dapat mandiri dalam mengelola keuangan daerah, termasuk mengendalikan defisit dan pembiayaan dari masing-masing daerahnya.
"Hanya saja, tidak bisa dipungkiri bahwa otonomi daerah juga masih meninggalkan pekerjaan rumah terkait penyelerasan kebijakan pemerintah pusat dan daerah," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id pada awal tahun ini.
Selain itu, aturan tersebut dapat menjadi pintu masuk bagi daerah untuk berdiskusi dengan pemerintah pusat terkait permasalahan APBN selama ini. Salah satunya, seperti masalah eksekusi belanja daerah hingga penumpukan dana pemda di perbankan.