Pertumbuhan Ekonomi RI Dipangkas, Defisit dan Utang Terancam Bengkak
Pemerintah memangkas target pertumbuhan ekonomi 2021 dari 4,5%-5,3% menjadi 3,7%-4,5%, sebagai imbas pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Turunnya pertumbuhan ekonomi akan membuat defisit APBN dan utang masih akan tinggi.
Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Politik Raden Pardede menyebutkan jika perekonomian Indonesia tumbuh 3,7% secara tahunan pada tahun ini, maka ekonomi hanya tumbuh sekitar 1% dari kinerja perekonomian pada 2019. Sehingga, masih akan banyak pengusaha yang merugi akibat anjloknya ekonomi sejak 2020.
Implikasinya, pelaku usaha masih belum bisa optimal membayar pajak pada 2021. "Sehingga defisit APBN masih naik dan yang untuk membiayai defisitnya ini (utang)," ujar Raden dalam diskusi Kajian Tengah Tahun INDEF 2021, Rabu (7/7).
Raden menjelaskan, pelebaran defisit APBN tak hanya karena penerimaan pajak yang seret, tetapi pengeluaran yang melonjak signifikan untuk penanganan Covid-19. Targetnya, defisit APBN ada di rentang 5,3-5,7% produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini.
Maka dari itu, ia menilai pelebaran defisit APBN tidak bisa dihindari di tengah pandemi saat ini. "Tidak ada rumusnya itu sekarang," katanya.
Kenaikan defisit APBN karena Covid-19, sambung dia, terjadi di seluruh negara di dunia. Bahkan, rata-rata kenaikan defisit di negara maju mencapai 15-20% PDB, negara kelas menengah 5-6%, dan negara miskin 2%.
Raden menuturkan bahwa beragam pelebaran defisit itu membedakan pola pemulihan ekonomi di negara-negara tersebut. "Negara-negara dengan defisit yang besar relatif pulih lebih cepat, seperti negara maju" ujar dia.
Target defisit APBN dilebarkan semenjak pandemi melanda Indonesia. Tahun 2020, kekurangan anggaran mencapai 6,14% PDB, melebar dari target biasanya yakni di bawah 3%. Namun, defisit APBN akan bertahap diturunkan mulai 2021 dan akan kembali menjadi di bawah 3% mulai 2023.
Dengan tingginya defisit tersebut, utang pemerintah pun melonjak. Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah per akhir Mei 2021 mencapai Rp 6.418,5 triliun atau 40,49% dari PDB.
Utang tersebut turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 6.527,29 triliun, tetapi naik 22% dibandingkan Mei 2020 Rp 5.258,57 triliun. "Hal ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi," tulis APBN KiTa edisi Juni 2021 yang dirilis akhir Juni 2021.
Sebelumnya, Lembaga Pemeringkat Global Fitch Ratings menilai pemerintah Indonesia harus mempercepat konsolidasi fiskal mulai 2022, setelah dampak pandemi mereda. Lembaga ini memperkirakan defisit fiskal akan turun menjadi 5,6% pada 2021 dari 6,1% pada tahun lalu atau sejalan dengan target pemerintah.
"Kami memperkirakan rasio pendapatan akan meningkat secara bertahap menjadi 12,3% dari PDB pada tahun 2021 dan 12,8% pada tahun 2022 seiring dengan pemulihan ekonomi, dari 12,1% pada tahun 2020," kata Fitch dikutip dari siaran pers, akhir Maret 2021.
Menurut Fitch, dampak pandemi pada metrik fiskal Indonesia tidak separah kebanyakan negara lain. Pelebaran defisit fiskal pada tahun 2020 lebih kecil dari kenaikan rata-rata negara-negara dengan peringkat utang BBB . Sepanjang 2020, pemerintah mencatatkan defisit anggaran Rp 956,3 triliun atau 6,09% dari PDB.