BPK Ungkap Anggaran Bansos Kemensos Rp 5,96 T Tahun 2020 Bermasalah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, terdapat anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020 sebesar Rp 9 triliun di 10 kementerian/lembaga yang bermasalah. Separuh dari anggaran yang bermasalah merupakan klaster perlindungan sosial yang berada di bawah Kementerian Sosial.
Berdasarkan dokumen laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020, nilai anggaran bermasalah penyelenggaran PEN yang berada di bawah Kementerian Sosial mencapai Rp 5,96 triliun. Nilai tersebut terdiri atas 13 jenis permasalahan.
- Anggaran Rp 3,33 triliun untuk paket sembako di Jabodetabek pada tahun lalu yang belum didukung bukti kewajaran. BPK mencatat, penyediaan bantuan paket sembako untuk Covid-19 di Jabodetabek tahun lalu mencapai Rp 6,72 triliun yang didistribusikan dari 291 perusahaan penyedia.
"Hanya 84 perusahaan (dengan nilai kontrak) sebesar Rp 3,39 triliun yang menyerahkan bukti kewajaran harga dan dapat dilakukan pengujian kewajaran," tulis laporan BPK tersebut dikutip Kamis (9/12).
Dengan demikian, terdapat 207 perusahaan dengan nilai kontrak Rp 3,33 triliun yang belum menyampaikan bukti kewajaran harganya kepada pemerintah.
Namun, temuan BPK tidak berhenti disitu saja. Dari hasil pengujian kewajaran terhadap 84 perusahaan yang sudah menyetorkan, terdapat 34 perusahaan dengan nilai kontrak Rp 729 miliar yang ternyata dinyatakan tidak wajar.
- Kegiatan verifikasi kelengkapan dokumen pembayaran atas pengadaan barang dan jasa dalam bansos paket sembako Jabodetabek juga dinilai kurang memadai.
- Pengelolaan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020 belum sesuai ketentuan. BPK mengungkap enam temuan permasalah terkait program ini.
- Terdapat saldo Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak distribusi sampai 31 Desember 2021 yang belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp 85,3 miliar. Selain itu terdapat saldo Rp 91,5 miliar tidak didukung dengan penjelasan dan bukti, serta terdapat distribusi KKS senilai Rp 13,6 miliar yang tidak disertai surat perintah dari Direktorat Jaminan Sosial Keluarga.
- Terdapat bansos PKH tidak dimanfaatkan (tidak bertransaksi) oleh keluarga penerima manfaat (KPM) senilai Rp 283,6 miliar. Selain itu terdapat 102 miliar saldo yang tidak didukung penjelasan dan bukti
- Himbara tidak sepenuhnya melaporkan atas KKS tidak distribusi pada penyaluran PKH tahun 2016-2019 dengan nilai Rp 23,7 miliar
- Terdapat penyaluran PKH tidak tepat sasaran Rp 241 miliar
- Terdapat KPM bermasalah tapi tetap memperoleh PKH pada tahap IV tahun 2020 sebesar Rp 61,8 miliar
- Penyaluran PKH sebesar Rp 110,1 miliar kepada KPM yang memiliki data tidak valid.
- Pengendalian internal atas penyaluran PKH tahun lalu dinilai belum memadai.
- Pengendalian atas penyaluran bantuan program sembako tahun 2020 belum memadai.
- Terdapat hibah langsung dalam negeri untuk bantuan sosial yang ternyata eksekusinya bermasalah. Dari penerimaan tersebut terdapat Rp 16,5 miliar belum dipertanggungjawabkan, Rp 22 miliar tidak sesuai ketentuan dan Rp 14,8 miliar belum dapat diyakini kewajarannya.
- Penyaluran program bantuan sosial beras dengan nilai Rp 4,5 triliun tidak sesuai ketentuan.
- Terdapat keluarga penerima manfaat dalam satu keluarga yang terindikasi menerima lebih dari satu bansos tunai yang totalnya Rp 244,3 miliar.
- Terdapat bantuan sosial tunai (BST) yang diberikan kepada penerima yang ternyata sudah menerima program sembako yang nilainya Rp 127,2 miliar, dan telah menerima bantuan PKH sebesar Rp 65,8 miliar.
- BST diberikan kepada penerima program sembako sebanyak 285 keluarga dengan nilai Rp 558 juta dan kepada PKH yang bermasalah sebanyak 35 keluarga senilai Rp 95 juta.
- BST non-PKH disalurkan kepada keluarga program PKH sebesar Rp 119 miliar dan kepada 609.910 keluarga bermasalah dengan sisa dana yang berhasil dilakukan freeze sebesar Rp 283,9 miliar.
- BPK melaporkan anggaran BST yang dipakai untuk rehabilitasi sosial penyandang disabilitas pada Loka Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik RUngu Wicara (LRSPDRW) Meohai Kendari sebesar Rp 125 juta dinilai tidak sesuai ketentuan.