BBM Premium dan Pertalite Akan Dihapus, Ini Risikonya ke Laju Ekonomi
Pemerintah berencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah jenis Premium dan Pertalite secara bertahap mulai tahun depan. Rencana ini berpotensi mengerek inflasi dan menekan konsumsi masyarakat pada tahun depan.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengarakan, dampak perubahan kebijakan tersebut akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap inflasi. Dampak langsungnya terhadap sektor transportasi terutama darat yang berhubungan langsung dengan konsumsi Premium dan Pertalite.
"Karena berpengaruh ke transportasi, maka ini juga punya efek domino ke sektor lainnya, terutama (inflasi) bahan-bahan makanan," kata Faisal kepada Katadata.co.id, Selasa (28/12).
Ia menjelaskan, meski tak semua aktivitas logistik bahan makanan menggunakan bahan bakar premium, penghapusan Premium dan Pertalite akan memberikan dampak psikologis. Hal ini karena bahan bakar yang dapat dikonsumsi memiliki harga lebih mahal.
Meski tidak semua aktivitas logistik bahan makanan menggunakan bahan bakar premium, menurutnya dampaknya secara psikologis akan terasa. Selain itu, secara historis kenaikan harga BBM juga secara simultan ikut mengerek kenaikan harga-harga bahan makanan.
Faisal memperkirakan penghapusan BBM jenis premium dan pertalite akan memberi andil tambahan inflasi sebesar 1-2%. Namun jika penghapusan dilakukan secara bertahap, yakni pada premium terlebih dahulu, maka tambahan inflasi kemungkinan di bawah 1%. Hal ini karena konsumsi Premium tidak setinggi Pertalite. Distribusi Premum juga hanya di beberapa daerah tertentu.
Di sisi lain, ia mengingatkan, terdapat sejumlah kebijakan lain yang berpotensi mengerek kenaikan inflasi tahun depan. "Masalahnya yang naik bukan hanya BBM, tetapi juga LPG, listrik kemudian PPN juga naik," kata dia.
Langkah pemerintah menghapuskan penggunaan BBM ini berpotensi berdampak meluas bukan hanya inflasi, tetapi menggangu prospek pemulihan konsumsi masyarakat tahun depan. Kepala Ekonom Bank Permata Josua mengatakan dampaknya terhadap konsumsi akan terasa apabila transisi dilakukan tidak bertahap.
Belum lagi seperti yang disinggung Faisal sebelumnya, perubahan kebijakan ini bersamaan dnegan kenaikan harga diatur pemerintah lainnya pada tahun depan. Hal ini akan mendorong masyarakat menahan konsumsi untuk barang durable goods seperti otomotif.
"Kalau dilakukan secara langsung, perubahan dari Premium ke Pertamax tentu bisa berpengaruh ke daya belinya sehingga untuk konsumsi lain-lainnya bisa terpengaruh juga," kata Josua kepada Katadata.co.id.
Dia mengatakan, penurunan kemampuan konsumsi terutama akan terasa pada kelompok masyarakat 40% terendah dan 40% menengah. Sementara itu, kelompok 20% teratas menurutnya masih cukup mampu sekalipun ada kenaikan harga-harga.
Kabar rencana penghapusan BBM jenis premium dan pertalite kembali berhembus beberap waktu terakhir. Adapun rencana penghapusa tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang. Bahwa untuk mengurangi emisi karbon maka direkomendasikan agar BBM yang dijual adalah RON 91 ke atas, dalam hal ini Pertamax.
Penghapusan kemungkinan akan dilakukan secara bertahap yakni premium terlebih dahulu. Sementara Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati telah mengklarifikasi bahwa saat ini belum ada rencana atau kebijakan pemerintah untuk menghapuskan Pertalite.
“Hari ini tidak ada kebijakan untuk menghapuskan Pertalite masih ada di pasar tapi kami mendorong agar menggunakan (BBM) yang lebih baik, yaitu Pertamax, agar bisa berkontribusi terhadap penurunan emisi karbon di Indonesia,” ujar Nicke di Istana Wakil Presiden, Selasa (28/12).