Sri Mulyani Sindir Ratusan Ribu Program Pemda Tak Bermanfaat
Pemerintah daerah (Pemda) kembali disentil karena memiliki terlalu banyak program tetapi dampaknya minim kepada masyarakat. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) diharap bisa mengatasi masalah ini.
Salah satu objek yang diatur dalam UU HKPD ini yaitu upaya meningkatkan kualitas belanja pemda. Namun, Sri Mulyani menyebut banyak pemda yang programnya 'diecer-ecer'. Dia menyebut program pemda di seluruh Indonesia bisa mencapai ratusan ribu kegiatan, tapi ukurannya kecil-kecil sehingga tak bisa dirasakan manfaatnya.
"Kadang-kadang hanya dikasih berapa (anggarannya), sehingga memang kalau jadi banyak seperti rintik-rintik dan tidak terasa habisnya di ongkos administrasi, sehingga yang menikmati sebetulnya lebih ke birokrasi daripada si penerima programnya," kata Sri Mulyani dalam Sosialisasi UU HKPD di Pekanbaru, Riau, Jumat (25/3).
Karena itu, ia ingin melalui UU HKPD bisa mendorong dibentuknya dasar-dasar pembelanjaan yang makin terpadu, sederhana, terkonsolidasi dan tentunya transparan kepada masyarakat. Dalam paparannya, Sri Mulyani memaparkan terdapat lima langkah peningkatan kualitas belanja daerah yang termuat dalam beleid ini.
Pertama, fokus belanja daerah didorong untuk layanan dasar publik guna mencapai standar pelayanan minimum (SPM). Kedua, disiplin pada mengalokasikan belanja yang diwajibkan atau mandatory dalam peraturan perundangan seperti pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, pengendalian belanja pegawai. Belanja pegawai kini diatur maksimal 30% dari belanja Pemda, namun ini tidak termasuk tunjangan guru yang berasal dari Tunjangan Kinerja Daerah (TKD). Untuk ketentuan ini berlaku masa transisi penyesuaian selama lima tahun.
Keempat, penguatan belanja infrastruktur dengan memberlakukan batasan minimum belanja infrastruktur daerah yakni 40% dari APBD, ini di luar dari transfer ke daerah bawahan dan desa.
"Memang ini tidak diimplementasikan serta merta tetapi secara bertahap, karena saya tahu mungkin ada kabupaten kota yang kemudian bilang 'ibu ya ini nggak mungkin karena sekarang belanja saya mayoritas untuk gaji ' makanya nanti dilakukan penyesuaian," kata Sri Mulyani.
Kelima, optimalisasi penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) non-earmarked untuk belanja daerah berdasarkan kinerja pelayanan publik daerah. Daerah yang kinerja layanan publiknya sudah tinggi, maka SiLPA bisa diinvestasikan untuk pembentukan dana abadi daerah. Sementara daerah yang kinerja layanan publiknya masih rendah maka SiLPA diarahkan untuk belanja infrastruktur dan pelayanan publik.
Di samping lima hal tadi, optimalisasi belanja daerah ini juga dilakukan lewat peningkatan kualitas dari sisi sumber daya manusia (SDM) dan pengawasan internal. Ia menyebut kualitas SDM yang mengelola keuangan negara di daerah harus terus diperbaiki. Pihaknya berjanji akan terus mendorong program-program yang bertujuan meningkatkan kompetensi teknis untuk pegawai di daerah.
"Kualitas SDM ini bagaimana menyusun program, membuat DIPA, sehingga kalau kita menggunakan anggaran itu tujuannya bukan untuk lebih banyak bikin rapat, tapi betul-betul untuk memberi manfaat untuk masyarakat, serta tentunya saya berharap pengawasan APBD juga harus terus ditingkatkan," ujar dia.
Dari 34 provinsi di Indonesia, sebanyak 15 provinsi telah mencapai realisasi belanja daerah 2021. Tercatat, rata-rata persentase realisasi belanja semua provinsi sebesar 74,48%. Berikut grafik Databoks: