Sri Mulyani Beberkan Penyebab Belanja Kementerian/Lembaga Anjlok 25%
Kementerian Keuangan melaporkan realisasi belanja pemerintah pusat melalui Kementerian dan Lembaga (K/L) pada kuartal I 2022 anjlok 25,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 150 triliun. Penyebabnya karena belanja modal dan barang yang kembali normal.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut, terjadi percepatan belanja modal karena adanya carry over proyek tahun sebelumnya yang sempat tertunda karena Covid-19 pada kuartal I 2021. Sementara itu, pada tahun ini penyalurannya sudah kembali normal.
"Makanya kelihatan belanja modal kita yang masuk dalam belanja K/L itu turun," kata Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi April, Rabu (20/4).
Realisasi belanja modal pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar Rp 18,7 triliun. Realisasi tersebut turun dibandingkan periode yang sama 2021 mencapai Rp 34,2 triliun. Tetapi, lebih dari separuh realisasi tahun lalu sebetulnya berupa pembayaran untuk proyek tahun 2020 yang dicarry over ke 2021.
Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu Isa Rachmatarwata juga mengatakan, penurunan belanja K/L juga karena penurunan realisasi belanja barang terkait pandemi. Pemerintah tidak lagi belanja vaksin dan obat-obatan Covid-19 sebanyak tahun lalu.
Belanja barang pemerintah terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) tahun ini hanya Rp 200 miliar. Nilainya jauh dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 19,1 triliun.
"Tahun ini vaksin kita persediaannya cukup bahkan kita juga mempercepat vaksinasi. Kita hampir bisa dikatakan tidak belanja vaksin di Kuartal I 2022 ini," kata Isa.
Selain itu, belanja bantuan sosial (Bansos) tahun ini juga kembali normal. Belanja perlindungan sosial (Perlinsos) dalam rangka pandemi mencapai Rp 51 triliun pada kuartal I tahun lalu. Nilainya menyusut jadi Rp 22,6 triliun pada tahun ini.
Realisasinya tinggi pada tahun lalu karena dilakukan percepatan, sementara tahun ini kembali normal. Tetapi, belanjanya kemungkinan kembali naik di kuartal kedua ini karena adanya penebalan bansos terkait kenaikan harga minyak goreng.
"Jadi kita akan melihat pertumbuhan belanja akan mulai signifikan di kuartal II 2022," kata Isa.
Realisasi belanja K/L yang lambat ini dikompensasi oleh belanja pemerintah pusat melalui non-K/L serta belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang berhasil tumbuh masing-masing 10,6% dan 2%. Dengan realisasi tersebut, belanja negara sampai kuartal I ini sebesar Rp 490,6 triliun atau terkontraksi 6,2% dari tahun lalu.
Di sisi lain, pendapatan negara berhasil melanjutkan pertumbuhan 32,1%. Dengan pendapatan yang moncer sementara belanja terkontraksi, maka APBN masih berhasil surplus sebesar Rp 10,3 triliun.
Laporan Kementerian Keuangan menunjukkan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 783,7 triliun pada 2021. Kondisi defisit ini disebabkan oleh realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari belanja negara. Rinciannya, realisasi pendapatan negara sebesar Rp 2,003,1 triliun hingga Desember lalu. Sementara, belanja negara tercatat sebesar Rp 2.786,8 triliun sepanjang 2021.