DBS Ramal Inflasi Bisa Sentuh 5,5% Bila Harga BBM hingga Listrik Naik
DBS Group Research memperkirakan inflasi pada akhir tahun dapat menyentuh hingga 5,5%. Potensi inflasi ini bila pemerintah menaikkan harga barang bersubsidi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga listrik.
"Setelah harga BBM eceran dipertahankan stabil selama pandemi, ada indikasi harga BBM bersubsidi kemungkinan dinaikkan untuk mengurangi beban keuangan negara," dikutip dari riset DBS Group Research, Senin (27/6).
Harga rata-rata tertimbang minyak mentah Indonesia meningkat jadi US$ 99,4 per barel antara Januari-April 2022. Posisi ini naik 45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 68,5 per barel.
Barang bersubsidi untuk jenis bensin, gas, dan solar serta tarif listrik untuk rumah tangga berpenghasilan rendah tidak berubah dalam dua hingga tiga tahun terakhir. Berdasarkan atas bobot varian bahan bakar itu, setiap kenaikan 10% dalam harga bensin dan solar kemungkinan memberikan tambahan 0,4% persentase terhadap inflasi.
Kebijakan subsidi pemerintah akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun ini. DBS memperkirakan ada peluang harga bersubsidi akan dinaikkan pada Juni atau kuartal III 2022, dengan skala dampaknya tergantung pada besarnya kenaikan. Adapun DBS memperkirakan inflasi tahun ini 3,6% tanpa menghitung kenaikan bahan bakar bersubsidi.
"Dengan kenaikan 10% dalam harga minyak bumi, bensin, dan gas untuk meningkatkan proyeksi kami menjadi 4,2-4,3% dan (kenaikan harga) 25% mendekati 5,5%," tulis laporan tersebut.
Selain memakai windfall penerimaan, pemerintah disebut memiliki dua pilihan merespon kenaikan kebutuhan subsidi, antara lain menaikkan harga atau melakukan efisiensi belanja eksisting. Namun pilihan kedua ini bisa mengganggu proses pemulihan. Karena itu, DBS menyarankan dilakukan penyesuaian harga bulan ini atau kuartal depan.
Meski penyesuaian harga mengerek kenaikan inflasi di atas target bank sentral 4%, namun ini bisa membantu konsolidasi fiskal dengan defisit turun menjadi 4,5% dari PDB, atau lebih rendah dari target 4,85%.
Kementerian Keuangan sebelumnya memperkirakan kenaikan harga komoditas bisa membantu menambah penerimaan negara tahun ini hingga Rp 420 triliun. Tambahan penerimaan ini yang akan dipakai untuk menutupi kebutuhan tambahan subsidi dan kompensasi energi tahun ini. Selain itu, pemerintah juga memakai dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menekan defisit.
DPR pada pertengahan bulan lalu merestui penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp 350 triliun sehingga secara total mencapai Rp 502 triliun. Penambahan tersebut terdiri atas tambahan subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 75 triliun dan tambahan kompensasi Rp 275 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan, langkah pemerintah menambah subsidi dan kompensasi energi sehingga kenaikan harga ditanggung oleh negara dan tidak diteruskan kepada konsumen. Langkah ini membantu menjaga inflasi tidak naik signifikan sekalipun pada akhir tahun diperkirakan memang akan melampaui batas atas target mencapai 4,2%.
"Dengan dampak inflasi yang berbeda dengan negara lain, maka BI tentu saja tidak harus terpaksa menaikkan suku bunga, Kami tetap akan dan sudah melakukan normalisasi, tetap[i normalisasi yang kami lakukan dengan penyerapan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM)," kata Perry dalam diskusi daring oleh INDEF, Rabu (15/6).
Inflasi tahunan Indonesia tercatat sebesar 3,55% (year-on-year/yoy) pada Mei 2022. Meski meningkat dari bulan sebelumnya, inflasi ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN.