Ramai-ramai Dedolarisasi, Ini yang Sudah Dilakukan Indonesia

Abdul Azis Said
12 April 2023, 13:06
dedolarisasi, dolar, BRICS, asean
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Isu dedolarisasi kembali ramai setelah Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Serikat yang tergabung dalam aliansi BRICS dikabarkan akan merilis mata uang tandingan euro dan dolar AS.

Tren dedolarisasi alias mengurangi penggunaan dolar AS untuk perdagangan dan investasi ramai belakangan ini setelah kelompok negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan ingin membuat mata uang tandingan. Indonesia belakangan juga gencar mengajak negara Asia Tenggara untuk transaksi dengan mata uang lokal, upaya untuk mulai meninggalkan dolar AS.

Kabar dedolarisasi sebetulnya bukan wacana baru, tetapi kembali ramai setelah Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Serikat yang tergabung dalam aliansi BRICS dikabarkan akan merilis mata uang tandingan euro dan dolar AS.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyebut, upaya dedolarisais didorong sejumlah faktor, salah satunya geopolitik. Perubahan hubungan geopolitik global, termasuk sejak perang Ukraina mendorong diversifikasi penggunaan mata uang untuk perdagangan dan investasi internasional.

 Selain itu, kemunculan sejumlah kekuatan ekonomi baru di luar AS dan Eropa juga menjadi faktor lainnya. "Sejak menjadi anchor currency tahun 1944, sudah banyak dinamika yang berbeda sampai saat ini, sehinhga mendorong ke arah multipolaritas dengan memakai masing-masing mata uang untuk transaksi. Tahun 1944 memang ekonomi AS masih dominan, tetapi sekarang kan sudah banyak kekuatan baru," ujarnya, Selasa (11/4).

Alasan lainnya, menurut dia, banyak negara kemudian belajar dari efek kebijakan fiskal dan moneter di AS belakangan ini. Ketergantungan tinggi terhadap dolar AS membuat volatilitas mata uang negara berkembang dan emerging market, termasuk Indonesia, meningkat belakangan ini imbas perubahan kebijakan moneter AS.

Tren kenaikan suku bunga The Fed yang agresif sejak tahun lalu memicu mata uang di kawasan berguguran. David menyebut, hal ini seiring perdagangan dan investasj yang masih mengandalkan dolar AS.

Di sisi lain, David menyebut upaya dedolarisasi juga didorong kekhawatiran bahwa nilai aset dolar AS akan menyusut karena kebijakan moneter longgar The Fed. Selama pandemi, bank sentral AS itu gencar mencetak uang lewat kebijakan quantitative easing (QE) besar-besaran.

"Ada kekhawatiran terhadap nilai dari dolar itu sendiri akan menurun jika kebijakan moneter dan fiskal AS tidak prudent," kata David.

Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky menyebut, aksi dedolairsasi menguntungkan dari sisi adanya hedging atau berkurangnya risiko dari dolar AS. Seperti dikatakan David sebelumnya, ketergantungan tinggi terhadap dolar AS menimbulkan efek buruk dari sisi volatilitas mata uang negara dunia tiap kali AS merubah kebijakan fiskal dan moneternya.

"Namun ruginya sebetulnya bukan hanya untuk Indonesia tetapi juga untuk semua negara bahwa belum ada unit of account yang diterima seluas dolar AS ini," kata Riefky.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...