Beda Dengan Jokowi, Sri Mulyani Pesan Jaga Netralitas Saat Pemilu 2024

Ferrika Lukmana Sari
25 Januari 2024, 16:40
Sri Mulyani
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menkeu Sri Mulyani (tengah) disaksikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) di sela rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11/2019). Rapat terbatas itu membahas program cipta lapangan kerja, penguatan neraca perdagangan dan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi pesan kepada para jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu agar tetap waspada dalam menghadapi kontestasi politik jelang Pemilu 2024.

“Tahun Pemilu jaga sikap kita, netralitas itu adalah sesuatu yang sudah menjadi keharusan. Anda bisa punya preferensi apa saja lakukan pada saat Anda di kotak suara," kata Sri Mulyani dalam pidatonya pada Rapat Kerja Pimpinan  DJBC, di Sentul, Bogor pada Rabu (24/1).

Menurut Sri Mulyani, sikap netralitas itu merupakan value atau nilai yang menunjukkan jajaran DJCB Kemenkeu sebagai manusia yang diatur oleh undang-undang dan tata krama.

Beda Sikap dengan Jokowi

Sikap Sri Mulyani justru berbeda dengan Presiden Joko Widodo. Usai menghadiri agenda penyerahan tiga pesawat tempur untuk TNI bersama Menteri Pertahanan Prabowo Soebianto pada Rabu (24/1), Jokowi ditanya oleh wartawan soal pendapatnya mengenai para menteri yang menjadi tim sukses.

“Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang paling penting, presiden itu boleh lho kampanye, boleh memihak," kata Jokowi saat di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Rabu (24/1).

Namun demikian, orang nomor satu di Indonesia ini mengatakan bahwa, "Yang paling penting saat kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," ujarnya.

Menurutnya, presiden dan menteri adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik.

“Masa gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh...boleh. Menteri juga boleh. Semua itu pegangannya aturan. Kalau aturannya boleh ya silakan, kalau aturannya enggak boleh ya tidak," kata Jokowi.

Pernyataan tersebut menuai beragam tanggapan. Kubu calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengingatkan soal etika seorang presiden. Namun kubu Prabowo-Gibran mengatakan pernyataan Jokowi sesuai aturan main.

Netralitas Presiden Diatur dalam UU

Kampanye serta netralitas presiden dalam Pilpres sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Presiden diperbolehkan melakukan kampanye dan mendukung calon tertentu, namun dengan syarat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 299 UU Pemilu. Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 299

(1) Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye
(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.
3. Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai, anggota Partai Politik dapat melaksanakan kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU atau :
c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU

Sedangkan Pasal 304 dan Pasal 281 mengatur syarat yang harus dipenuhi presiden menggunakan fasilitas negara selama kampanye. Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 281

(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil wali kota harus memenuhi keterangan:
a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.

Pasal 304

(1) Dalam melaksanakan Kampanye, presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang:
(2) Menggunakan Fasilitas negara sebagaimana dimaksud berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintatr provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, sandi/telekomunikasi radio daerah dan milik pemerintah d. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Adapun, Pasal 305 mengatur fasilitas negara yang tetap bisa menempel presiden saat kampanye. Ini kriterianya:

Pasal 305

(1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan secara profesional dan proporsional.
(2) Dalam hal Presiden dan wakil presiden menjadi calon Presiden atau calon wakil presiden, fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil presiden.
(3) Calon Presiden dan calon wakil presiden yang bukan Presiden dan wakil Presiden, selama kampanye diberikan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
(4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dibiayai dari APBN
(5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...