Dibayangi Tren Pelemahan, Rupiah Dibuka Menguat Rp 15.808 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan dalam beberapa pekan terakhir. Namun pada Senin pagi (29/1) dibuka menguat 17 poin atau 0,11% menjadi Rp 15.808 per dolar AS.
Walaupun begitu, Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong memperkirakan, rupiah masih akan melemah tertekan oleh kekhawatiran investor menjelang pilpres 2024 dan menunggu keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.
"Namun perlemahan akan terbatas, investor wait and see menantikan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) minggu ini," kata Lukman kepada Katadata.co.id pada Senin (29/1).
FOMC diperkirakan akan masih mempertahankan suku bunga The Fed. Keputusan ini sangat dinanti-nanti investor pada pertemuan FOMC berikutnya.
Rupiah Berpotensi Tembus Rp 16.000
Lukman menilai, rupiah berpotensi menembus Rp 16.000 per dolar AS. Namun itu semua bergantung dari kondisi politik Indonesia usai Pemilu serta intervensi dari Bank Indonesia.
Guna mengantisipasi hal tersebut, diperkirakan Bank Indonesia akan kembali mengintervensi pasar dan nilai tukar rupiah akan kembali menguat.
Di sisi lain, data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) cenderung lebih kuat dalam beberapa hari terakhir. Hal ini akan mendukung pengutan dolar AS ke depan. "Sehingga, akan menurunkan harapan para investor terhadap penurunan suku bunga The Fed," kata dia.
Untuk hari ini, Lukman memperkirakan Rupiah akan diperdagangkan pada kisaran Rp 15.750-Rp 15.900.
Tak berbeda, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar masih berpotensi naik turun atau fluktuatif.
"Untuk perdagangan Senen, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 15.820-Rp 15.890," kata Ibrahim.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi kinerja rupiah seperti ekonomi global yang terus bergolak akibat memanasnya tensi politik baik di timur Tengah maupun Eropa.
Pemilu Akan Kerek PDB RI
Kemudian momen Pemilu 2024 bisa berdapak positif terhadap pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) di tanah air. Hal tersebut ditopang oleh stabilitas politik terjaga dengan baik.
Secara historis, momen Pilres dan Pileg akan berkontribusi pada pertumbuhan PDB riil pada 1-3 kuartal sebelum dan sesudah pesta demokrasi rakyat. Biasanya, beberapa komponen PDB akan naik usai Pemilu.
Ibrahim menyebut, pertumbuhan tersebut akan didorong oleh konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) untuk persiapan pemilu. Artinya siklus Pemilu, nantinya akan tinggi di LNPRT.
"Karena ini lembaga nonprofit melayani rumah tangga, kebanyakan organisasi masa dan Parpol di sana, walaupun share-nya kecil,” ujarnya.
Selain itu, uang beredar dalam arti luas (M2) juga akan tumbuh di momen Pemilu. BI mencatat, uang beredar ini meningkat menjadi Rp 8.824,7 triliun, tumbuh 3,5% yoy pada Desember 2023. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 3,3% yoy.
Dari ukuran money supply, uang beredar dalam arti luas sudah memperhitungkan tabungan, deposito dan dana pasar uang. "Hal itu juga terkonfirmasi pada siklus lima tahunan memasuki tahapan Pemilu dan setelah itu tumbuh sangat positif terhadap ekonomi Indonesia," kata dia.