Krisis Cina Meningkat, Bank AS dan Eropa Mulai PHK Karyawan di Asia

Mela Syaharani
11 Februari 2024, 13:33
Tingshu Wang Orang-orang yang memakai masker wajah setelah wabah virus corona (COVID-19) meluncur di danau beku yang telah diubah menjadi gelanggang es, di Beijing, Cina, Sabtu (16/1/2021).
ANTARA FOTO/REUTERS/Tingshu Wang/RWA/sa.
Tingshu Wang Orang-orang yang memakai masker wajah setelah wabah virus corona (COVID-19) meluncur di danau beku yang telah diubah menjadi gelanggang es, di Beijing, Cina, Sabtu (16/1/2021).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah melanda Asia sebagai imbas perlambatan ekonomi Cina dan Hong Kong. Kondisi ini membuat pendapatan perbankan turun, sehingga mereka terpaksa memangkas jumlah karyawannya di Asia.

Dilansir dari Reuters, Minggu (11/2), gelombang PHK dimulai pada akhir 2023 karena Cina dan Hong Kong sebagai pusat perbankan investasi utama. Diperkirakan gelombang PHK tersebut akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang.

Bank asal Amerika Serikat, Lazard misalnya, mengumumkan secara internal pada bulan lalu, bahwa mereka akan menutup kantornya di Beijing. Penutupan ini mengakibatkan beberapa karyawan diberhentikan, sementara yang lain akan direlokasi ke Hong Kong.

Kemudian bank asal Eropa, Rothschild, membubarkan timnya yang berbasis di Shanghai pada kuartal keempat. Selanjutnya Bank of America, pada bulan lalu mengumumkan PHK terhadap lebih dari 20 bankir di Asia. Namun Lazard dan Rothschild enggan berkomentar terkait kabar PHK tersebut.

Sementara itu, negeri asal panda ini dihadapkan oleh lesunya pasar saham di Cina yang berada di posisi terendah dalam lima tahun terakhir, ditambah pemulihan ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan.

Keadaan ini menambah kekhawatiran investor dan memperburuk prospek permintaan domestik. Ketegangan geopolitik juga telah membuat investor asing semakin menjauh.

"Jika aliran kesepakatan berlanjut seperti yang terjadi pada 2023, pasar berpotensi mengalami pemangkasan [karyawan] yang lebih banyak," kata Wakil Presiden Perekrutan Hudson di Cina, Sid Sibal.

Memangkas 20% Tenaga Kerja di Asia

Lembaga-lembaga keuangan rata-rata telah memangkas sekitar 20% tenaga kerja mereka di Asia pada 2023. Sibal menyebut, beberapa pengurangan bahkan mencapai jumlah tertinggi sejak krisis keuangan 2008.

Menurut dua orang sumber Reuters, lebih dari 400 bankir telah kehilangan pekerjaan mereka di Hong Kong. "Saya rasa investor-investor dari barat tidak akan kembali untuk melihat transaksi-transaksi di Cina dalam waktu dekat," kata seorang kepala perbankan investasi regional di sebuah bank besar Eropa.

Pendapatan bank investasi global dari bisnis ekuitas yang dihasilkan dari klien Cina merosot menjadi US$ 4 miliar pada 2023 atau 30% lebih rendah dari 2022. Menurut data LSEG, M&A, bisnis ini membukukan penurunan 16% menjadi US$ 629 juta pada tahun lalu.

Data LSEG juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan, biaya perbankan investasi yang dikumpulkan oleh bank-bank global di Asia Pasifik turun 25% pada 2023 dari puncaknya yang mencapai US$ 40,6 miliar pada 2021.

Menurut dua sumber Reuters, UBS juga berencana memangkas jumlah karyawan dalam beberapa bulan mendatang. Alasannya, karena jumlah bankir bank investasi Swiss yang berfokus pada Cina membengkak setelah mengambil alih Credit Suisse. Namun UBS menolak berkomentar mengenai kabar ini.

Lirik Transaksi di India dan Jepang

Guna meredam dampak perlambatan Cina, para bankir berharap sebuah pipeline transaksi yang menjanjikan dari India ke Jepang yang akan memberikan kontribusi yang lebih besar untu pemasukan di Asia. Namun, pertumbuhan fee income masih akan tetap menantang dalam waktu dekat.

"Sebagian besar pasar Asia lainnya terlalu kecil atau aktivitasnya bersifat episodik," kata mantan bankir senior Bank of America di Asia dan Direktur Pelaksana Seda Experts, Craig Coben.

Craig mengatakan, Jepang memiliki keunggulan sebagai pasar yang maju. Namun dalam beberapa tahun terakhir, pendapatan dari Cina jauh lebih besar beberapa kali lipat dari Jepang.

“Begitu juga dengan India yang tumbuh dengan cepat, tetapi spread biaya sangat ketat dan belum bisa menggantikan Cina,” ujarnya.

Kendati demikian, Kepala perbankan investasi India di Citigroup, Rahul Saraf memperkirakan, pendapatan di India akan tumbuh antara 15% dan 25% untuk industri ini, dengan sejumlah transaksi miliaran dolar yang prospektif.

"Semua bank akan menambah sumber daya ke India, namun saya rasa tidak akan ada pergeseran dari Cina ke India atau Korea ke India,” kata Rahul.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...