Mendekati Pemilu, Rupiah Dibuka Menguat Rp 15.616 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 19 poin atau 0,12% menjadi Rp 15.616 per dolar AS pada Senin (12/2) atau dua hari mendekati Pemilu 2024. Nilai itu meningkat dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp 15.635 per dolar AS pada Rabu (7/2).
Sejumlah analis percaya, rupiah akan melanjutkan keperkasaanya terhadap dolar AS pada hari ini. Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra misalnya, memperkirakan rupiah bisa menguat dengan pelemahan indeks dolar AS pada hari ini.
"Ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed masih menjadi pemicu pelemahan dolar AS. Pemangkasan tinggal menunggu waktu di tahun ini meskipun the Fed menyatakan tidak akan terburu-buru memangkasnya," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (12/2).
Dalam rapat The Fed akhir Januari lalu, pejabat The Fed Loretta Mester tidak lagi membahas terkait kenaikan suku bunga acuan tapi waktu pemangkasan suku bunga pada tahun ini. Namun ekspektasi The Fed bisa berubah bila data ekonomi AS terutama data inflasi terbaru bergerak lebih tinggi. Sehingga data AS masih menjadi penggerak nilai tukar terhadap dolar AS.
Di sisi lain, pelambatan ekonomi Cina bisa menjadi penghalang penguatan rupiah lebih lanjut. Data inflasi konsumen Cina pada bulan Januari menunjukkan deflasi -0,8% yang bisa diartikan sebagai penurunan permintaan.
Dia memperkirakan penguatan rupiah hari ini di kisaran Rp 15.630 - Rp 15.600 per dolar AS. Sementara posisi resisten rupiah di kisaran Rp 15.720 per dolar AS.
Penguatan Rupiah Akan Terbatas
Tak berbeda, Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong juga memperkirakan rupiah akan menguat seiring terkoreksinya nilai tukar dolar AS setelah revisi ke bawah data inflasi AS pada Jumat lalu.
"Inflasi AS naik 0,2% pada bulan Desember, kemudian direvisi turun dari rilis sebelumnyasebesar 0,3%," ujar Lukman.
Namun penguatan mungkin akan terbatas mengingat kekhawatiran investor akan Pilpres 2024. Sentimen utama saat ini adalah situasi politik pasca Pilpres. Apabila pilpres sukses tanpa adanya kekisruhan, maka rupiah berpeluang menguat.
Kebijakan The Fed Pengaruhi Kinerja Rupiah
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, rupiah pada Rabu lalu lalu menguat 0,6% menjadi Rp 15.635 per dolar AS. Dari sisi eksternal, penguatan rupiah didorong oleh melemahnya Indeks Dolar AS menuju level 104.
"Indeks Dolar AS berbalik arah dan terus menurun secara konsisten selama tiga bulan terakhir, dipengaruhi oleh penyesuaian investor terhadap pandangan mengenai arah kebijakan moneter The Fed," kata Josua.
Beberapa pejabat The Fed kembali menegaskan bahwa Federal Fund Rate (FFR) telah mencapai level puncaknya, dan terdapat ruang untuk penurunan suku bunga pada tahun 2024, meski The Fed tidak akan terburu-buru menurunkan FFR tersebut.
Dari sisi domestik, sentimen risk off terkait pemilu sudah mulai mereda, dan pasar sudah mulai memperhitungkan potensi dampaknya. Sehingga rupiah berpotensi bergerak pada kisaran Rp 15.575 – 15.700 per Dolar AS.
Pada Rabu pekan lalu, imbal hasil obligasi bergerak dalam kisaran -1 bps hingga 0 bps. Imbal hasil seri benchmark 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing mencapai 6,52% (-1bps), 6,62% (0bps), 6,77% (-1bps), dan 6,86% (0bps).
Per 6 Februari 2024, kepemilikan asing pada obligasi pemerintah mencapai Rp 842,3 triliun, dengan net inflow bulanan sebesar Rp 0,4 triliun dan net inflow secara ytd mencapai Rp 0,2 triliun. Jumlah ini mewakili 14,7% dari total outstanding.