Menkeu Tak Ikut Bahas Anggaran dengan Pemerintahan Baru, Ini Dampaknya
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati enggan terlibat dalam pembahasan sinkronisasi anggaran bersama pemerintahan baru. Kendati demikian, ia mengatakan pembahasan terkait sinkronisasi anggaran tersebut merupakan sesuatu yang penting.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, tidak terlibatnya Sri Muyani dalam sinkronisasi anggaran, dapat menimbulkan kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal 2025 yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan saat ini tidak akan sejalan dengan belanja atau komposisi program-program populis dari pasangan yang terpilih.
Mengingat, masing-masing calon presiden memiliki ambisi visi dan misi beragam, yang terkadang tidak sejalan dengan anggaran yang sudah disusun oleh pemerintahan sebelumnya.
Bhima mencontohkan program pasangan Prabowo-Gibran yang kini unggul sementara dalam hitung cepat atau quick count. Dia menjelaskan, bagaimana ke depan akan banyak sekali penyesuaian-penyesuaian anggaran pemerintah.
“Jadi, ini belum bisa mengakomodir dari kepentingan program-program seperti makan siang gratis, anggaran pertahanan yang naik, maka akan sulit tercapai dengan struktur seperti ini. Proses transisi dari kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal yang disusun oleh Kemenkeu ke pemerintahan baru menjadi sangat penting,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Selasa (20/2).
Maka dari itu, jika Sri Mulyani tidak terlibat, dikhawatirkan dalam proses transisi akan terjadi perubahan signifikan dari kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal. Hal ini akan mengakibatkan pelebaran defisit anggaran yang cukup besar.
“Ini akan mengakibatkan pelebaran defisit yang cukup besar atau dikhawatirkan tim ekonomi Prabowo akan berjalan, dengan melakukan perubahan pos-pos belanja. Ini dapat menjadi kontraksi atau penghambat pertumbuhan ekonomi di 2025. Jadi sosok Sri Mulyani masih dibutuhkan,” ujar Bhima.
Menghormati Domain Sri Mulyani atas APBN 2025
Berbeda dengan Bhima, Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita justru menilai Jika Sri Mulyani tak ikut sinkronisasi, tak ada dampaknya terhadap anggaran 2025.
Adapun RAPBN 2025 adalah bentukan Sri Mulyani bersama tim fiskal di Kemenkeu. Menurut Ronny, pemerintahan yang baru terpilih pun harus menghormati domain Sri Mulyani atas RAPBN 2025 atau tak perlu meminta ikut terlibat di dalam deliberasi dan diskusi RAPBN 2025.
“Ya tidak perlu. Jika tim pemerintahan baru mau sinkronisasi, bisa ke bagian terkait di Kemenkeu saja, terutama untuk mengetahui hal-hal yang confidential. Dan menurut saya, itu pun tidak diperlukan. Toh, semuanya saat ini sudah terbuka. Di DPR pun sudah ada datanya semuanya,” ujar Ronny.
Ronny menilai, urusan sinkronisasi akan menjadi urusan pemerintahan yang baru. Jadi sudah seharusnya, Sri Mulyani menolak adanya sinkronisasi tersebut, karena semestinya menjadi estafet ke pemerintahan yang baru.
“Silahkan pemerintahan yang baru mengambil alih setelah wewenangnya diresmikan secara konstitusional. Sementara saat ini, wewenang fiskal masih ada di Sri Mulyani,” ujarnya.