Kemenangan Prabowo sebagai Presiden Akan Untungkan Cina, Kenapa?

Ferrika Lukmana Sari
22 Februari 2024, 05:03
Prabowo
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan keterangan penutup saat Debat Kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). Debat tersebut bertemakan kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kemenangan Prabowo Subianto sebagai presiden dinilai akan menguntungkan Cina. Sebab, mantan jenderal TNI tersebut berjanji akan meneruskan program dan kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Dengan begitu, Prabowo akan melanjutkan strategi ekonomi yang didasarkan pada hubungan bisnis dengan Cina seperti pada masa pemerintahan Jokowi. Apalagi, neraca perdagangan dan investasi Indonesia juga banyak bergantung dari Cina.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Cina menjadi negara tujuan ekspor utama nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 23,90% pada Januari 2024. Komoditas utama yang diekspor ke Cina meliputi besi/baja, lignit, dan batubara.

Sementara total impor nonmigas Indonesia masih didominasi oleh Cina dengan nilai US$ 5,95 miliar atau berkontribusi 37,64% dari total impor pada Januari 2024. Nilai impor dari Cina bahkan mengalahkan Jepang maupun Thailand.

Selain itu, nilai investasi Cina ke Indonesia juga terus meningkat setiap tahun. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan, penanaman modal asing (PMA) dari Cina mencapai US$ 2,38 miliar pada 2018.

Kemudian meningkat menjadi US$ 4,74 miliar pada 2019 dan US$ 4,84 miliar pada 2020. Namun sempat turun pada 2021 menjadi US$ 3,61 miliar, dan kembali naik menjadi US$ 5,19 miliar pada 2022. Nilainya naik signifikan pada 2023 mencapai US$ 7,4 miliar, atau melebihi AS sebesar US$ 3,28 miliar.

Dengan kontribusinya yang begitu besar, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan, eksistensi Cina di Indonesia akan berlanjut jika Prabowo terpilih sebagai presiden.

"Memang ada kaitannya dengan [Cina], dari sisi investasi termasuk program hilirisasi nikel [terkait dengan Cina]," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (21/2).

Seperti diketahui, pemerintah menggaungkan program hilirisasi nikel, di mana Cina banyak berinvestasi pada program ini. Nilai investasi mencapai miliaran dolar dalam penambangan nikel, peleburan, pemrosesan elemen siap pakai baterai, yang sebagian besar dari Cina.

Bhima mengungkapkan, kenapa Cina berani berinvestasi di Indonesia, terutama pada sektor minerba. Lantaran standarisasi yang ditetapkan Cina lebih rendah ketimbang Amerika Serikat (AS) maupun Eropa.

"Hilirisasi mendapat sorotan karena terjadi konflik masyarakat, masalah tata kelola lingkungan, kecelakaan kerja, harga produk akhir yang murah dan standar nilai jual hasil hilirisasi yang juga kurang," kata Bhima.

Sedangkan investor AS dan Eropa menerapkan standar tinggi, dengan memperhatikan aspek lingkungan, keselamatan kerja dan harga jual di pasar internasional. Mereka juga melakukan studi kelayakan atau feasibility study (FS) terlebih dahulu di Indonesia.

RI Akan Terus Tarik Investasi Asing

Tak berbeda, Analis utama Indonesia di firma penasihat kebijakan Global Counsel Dedi Dinarto juga melihat hubungan dan kedekatan Indonesia dengan Cina akan berlanjut di bawah kepemimpinan Prabowo.

"Perusahaan-perusahaan Cina kemungkinan besar akan mendapat manfaat paling besar, mengingat hubungan ekonomi positif yang telah dibangun Jokowi dengan Cina," kata Dedi dikutip South China Morning Post (SCMP) pada Rabu (21/2).

Sementara di Channel News Asia, Kamis (15/2), Dedi menyebut, Indonesia akan terus menarik investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dia memperkirakan, Prabowo akan memperkuat hubungan dagang dan investasi dengan Cina, berdasarkan landasan yang dibangun Jokowi selama satu dekade terakhir.

"Namun kerja sama ekonomi yang lebih erat dengan Cina, tidak akan melemahkan hubungan dengan negara-negara lain. Dia akan terus menjalin hubungan dengan semua negara, selama ada manfaat politik dan ekonomi dari kerja sama tersebut," ujar Dedi.

Dedi menilai, prioritas Prabowo selaras dengan Jokowi pada peningkatan nilai tambah industri manufaktur, perluasan infrastruktur dan pengembangan IKN. Namun janji-janji kampanye seperti makan siang gratis, diperkirakan akan bebani anggaran negara.

Kandidat presiden lain, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan justru telah mengisyaratkan kekhawatiran yang lebih besar mengenai ketergantungan Indonesia kepada Cina. Namun kecil kemungkinan kebijakan luar negeri Indonesia akan banyak berubah, terlepas dari siapa yang menang sebagai presiden.

"Siapa pun yang menang, akan mewarisi serangkaian masalah dan peluang struktural yang sama,” kata Peneliti Senior Modernisasi Militer Asia Tenggara di Institut Internasional for Strategic Studies Evan Laksmana dilansir dari South China Morning Post (SCMP).

Jalan Tengah RI dengan AS dan Cina

Namun sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo dinilai kerap mencari jalan tengah dalam menghadapi persaingan geopolitik antara AS dan Cina, dua negara yang ia sebut sebagai teman baik.

Evan menyebut pendekatan seperti itu mungkin akan dilakukan jika ia berhasil mendapatkan kursi presiden di Istana Negara. Namun Evan menilai, hal itu sebagai kemunduran jika dilihat dari sudut pandang politik luar negeri.

“Anda mungkin melihat sesuatu yang Anda sukai suatu hari, dan kemudian sesuatu yang tidak Anda sukai di hari lain. Dengan adanya Prabowo, yang Anda dapatkan adalah ketidakpastian, bukan kemenangan bersih bagi AS atau Cina," kata dia.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...