Pemerintah Siapkan Aturan Perlindungan Ojek Online, Status Mitra Dihapus?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomuan Airlangga Hartarto menjabat sebagai Pelaksana Tugas Menteri Tenaga Kerja sejak Senin (30/9). Dengan tugas barunya, Airlangga tengah mengevaluasi status mitra pengemudi ojek online atau ojol.
Meskipun begitu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono belum bisa memastikan status mitra tersebut akan dihapus atau tidak. Kemenko Perekonomian masih meninjau status mitra, yang selama ini menjadi tuntutan para pengemudi ojol.
“Justru itu kan akan kita review. Mereka kan punya perjanjian kerjanya antara mitra dengan pemberi aplikasi. Dengan posisi seperti itu, ada catatan-catatan (tidak memiliki jaminan hak ketenagakerjaan),” kata Susiwijono di Gedung Kemenko Ekonomi, Rabu (2/10).
Dengan status mitra, pengemudi ojol tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan, kesehatan, dan sebagainya. Sehingga hai ini akan dievaluasi lebih lanjut. "Apa yang dibutuhkan? Kalau pemerintah perlu hadir, perlu membantu, pemerintah akan bantu,” ujar Susiwijono.
Pada dasarnya, Susiwijono memastikan pemerintah menginginkan semua pekerja mempunyai hak jaminan perlindungan ketenagakerjaan dan kesehatan. Lalu saat ini, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organization (ILO) sudah mengakui pengemudi ojol selayaknya platform worker.
“Singapura juga mengakui. Tapi, pekerja gig (pekerja tidak tetap) itu kan punya karakteristik sendiri. Kita pengennya diakui, tapi kan punya karakteristik sendiri. Pasti ada penyesuaian di sana. Tidak akan murni sama pekerja yang lain,” kata Susiwijono.
Nantinya, kepastian status pengemudi ojol akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau Permenaker. Jika menggunakan Peraturan Pemerintah (PP), akan membutuhkan waktu lama.
“Akan kita tuangkan di Permenaker. Intinya kita akan mengarah idealnya. Itu juga bagian dari pekerjaan kita. Ini kan sekarang yang respons cepat. Kalau bisa di Permenaker ya Permenaker,” ujar Susiwijono.
Formalitas Pengemudi Ojol Bisa Jadi Jebakan
Salah satu tuntutan ribuan pengemudi ojol yang berdemo di depan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo pada Agustus 2024 yakni legalitas. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies atau Celios Nailul Huda menilai tuntutan ini dapat berdampak negatif bagi para pekerja itu sendiri.
Alasannya, ojek online merupakan bagian dari pekerja tidak tetap atau gig workers sangat menitikberatkan pada fleksibilitas waktu dalam bekerja.
"Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online, di mana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Akan tetapi, masalahnya yakni ketika status menjadi pekerja, maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya," ujar Nailul, Jumat (30/8).
Formalisasi pekerja itu bisa menjebak para pengemudi ojol dengan jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah karena tidak ada kesepakatan untuk mengembangkan kemampuan. Sebab, masalah sebenarnya bukan status sebagai angkutan umum.
Sejak awal, tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan. Selain itu, isu legalisasi ojol tersebut sudah bergulir sejak 2023, ketika Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker mengajukan draf Permenaker Ojek Online. Saat itu mayoritas pengemudi ojol menolak pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.
"Pembatasan jam kerja akan merugikan kami, karena tidak fleksibel," kata Ketua Umum Gograber Indonesia Ferry Budhi saat melakukan aksi demo di depan Gedung Kemenaker di Jakarta beberapa waktu lalu.