Prabowo akan Pangkas PPh Badan Bersamaan Kenaikan PPN, Ekonom Khawatirkan Ini
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, berencana memangkas pajak penghasilan badan atau PPh Badan dari 22% menjadi 20%. Di saat yang sama, pemerintah juga berencana menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN 11% menjadi 12%.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta Prabowo tidak menerapkan kebijakan tersebut bersamaan karena akan berdampak negatif, khususnya bagi masyarakat kelas menengah.
“PPh badan yang turun tapi PPN naik memperuncing ketimpangan kebijakan pajak. Ini seolah beban kelas menengah makin berat karena pajak,” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Senin (14/10).
Yang perlu dibantu saat ini, menurut dia, bukan perusahaan besar, melainkan masyarakat kelas menengah. Para pengusaha selama ini sudah menikmati insentif pajak. “Toh selama ini banyak perusahaan, misalnya di sektor hilirisasi, menikmati bonus insentif pajak tax holiday dan tax allowance,” ujar Bhima.
Ia mengatakan, sifat kedua pajak tersebut berbeda. PPh Badan sifatnya progresif, sedangkan PPN regresif.
Pajak progresif artinya tarif pungutanpajak dengan persentase berdasarkan jumlah atau kuantitas dan harga atau nilai objek pajak. Pajak regresif adalah tarif pajak yang nilai tetap, sesuai aturan yang diterapkan.
Penurunan tarif PPh Badan nantinya hanya akan dinikmati pelaku usaha. Sedangkan kenaikan PPN akan berdampak ke seluruh masyarakat. Yang paling terinbas, menurut Bhima, kelas menengah dan menuju kelas menangan rentan (aspiring middle class).
Bahkan efek penurunan tarif PPh Badan tidak akan banyak mempengaruhi daya beli dan lapangan kerja dibanding penurunan tarif PPN. “PPh Badan turun jadi 20% tapi tarif PPN naik 12% maka ekonomi tetap melambat,” kata Bhima.
Memicu Prospek Positif untuk Investasi
Dihubungi terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat kebijakan penurunan tarif PPh Badan bisa memicu prospek positif bagi investasi. Kebijakan tersebut menjadi salah satu indikator pemerintah masih akan memberikan insentif dalam bentuk tarif pajak terutama bagi investor yang ingin mulai berinvestasi di Indonesia.
“Diharapkan dengan insentif pajak yang diberikan melalui penurunan tarif pajak yang lebih rendah maka ini akan menjadi salah satu pertimbangan bagi investor untuk mau berinvestasi di Indonesia,” kata Yusuf.
Terlebih, Yusuf mengatakan pada masa pemerintahan Prabowo, investasi asing akan dijadikan sebagai salah satu mesin pertumbuhan. Hal itu bertujuan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Penurunan tarif PPh Badan juga bisa jadi diperuntukkan untuk pelaku usaha yang saat ini sudah menjalankan usahanya di dalam negeri. Dengan begitu, langkah penurunannya dapat meringankan sedikit beban dari tarif pajak perusahaan badan.
Jika hal tersebut terjadi, pelaku usaha dapat melakukan ekspansi. “Itu juga bisa memberikan efek positif terhadap perkembangan realisasi investasi secara umum,” ujar Yusuf.
Pemberian insentif pajak melalui tarif yang lebih rendah juga menyesuaikan dengan langkah pemerintah untuk memastikan tidak terjadinya perang tarif pajak antarnegara. Pemerintah berencana untuk menerapkan tarif pajak minimum global 15%,
“Saya kira upaya untuk memastikan langkah-langkah pemberian insentif itu linier dengan upaya pemerintah dalam ikut dalam gerakan tarif pajak minimum global,” kata Yusuf.
PPN Punya Dampak Lebih Luas
Terkait dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, Yusuf menilai, hal itu memiliki dampak yang lebih luas baik kepada dunia usaha dan masyarakat. Kebijakan tersebut harus didasari momentum yang tepat.
Ketika tarif baru PPN diberlakukan saat momentumnya kurang tepat maka akan berdampak langsung kepada masyarakah. Bahkan tidak menutup kemungkinan daya beli masyarakat akan terganggu. “Saya kira itu akan ikut menambah tekanan daya beli untuk kelompok golongan pendapatan menengah dan pendapatan bawah,” ujar Yusuf.