MK Tolak Gugatan UU Harmonisasi Perpajakan, Peluang PPN Naik hingga 15%

Rahayu Subekti
19 Agustus 2025, 17:53
PPN
Arief Kamaludin | KATADATA
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), khususnya pasal terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“MK dalam Putusan Nomor 11/PUU-XXIII/2025 menyatakan menolak permohonan pengujian materiil UU HPP pada Kamis (14/8/2025) di Ruang Sidang Pleno MK,” tulis MK dalam keterangan resminya, Kamis (14/9). 

Permohonan ini diajukan sejumlah pihak dengan latar belakang beragam, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku UMKM, pengemudi ojek daring, hingga organisasi kesehatan mental.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan, dalil pemohon atas Pasal 4A dan Pasal 7 UU HPP tidak berdasar. Kenaikan PPN dari 11% (April 2022) menjadi 12% (paling lambat Januari 2025) disebut wajar, mengingat tarif 10% telah berlaku sejak 1983.

Menurut MK, tarif PPN pada rentang 5%–15% merupakan kebijakan fiskal yang fleksibel. Pemerintah dapat menyesuaikan tarif sesuai kondisi ekonomi dan kebutuhan fiskal, dengan tetap melalui pembahasan bersama DPR dalam RAPBN.

Potensi PPN Naik Lebih Tinggi

Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai putusan MK berpotensi membuka ruang kenaikan tarif PPN hingga 15%.

“Dengan ditolaknya gugatan soal tarif PPN hingga 15% di MK, artinya ke depan pemerintah bisa dengan mudah menaikkan tarif PPN,” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Selasa (19/8).

Menurutnya, opsi menaikkan tarif bisa saja dilakukan tahun depan mengingat APBN menghadapi shortfall penerimaan pajak dan risiko defisit melebar.

“Opsi kenaikan tarif PPN bisa saja dilakukan tahun depan dengan alasan fleksibilitas kebijakan,” ujar Bhima.

Namun, ia mengingatkan kenaikan PPN akan menekan daya beli masyarakat sekaligus memukul pelaku usaha sektor ritel.

Legitimasi Politik untuk Kenaikan PPN

Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi juga menilai peluang kenaikan PPN masih terbuka lebar karena UU HPP memberi fleksibilitas tarif di rentang 5%–15%.

“Dengan legitimasi penuh dari MK, pemerintah bisa memanfaatkan kewenangan tersebut ketika kebutuhan fiskal mendesak atau saat tekanan belanja negara meningkat,” ujarnya.

Meskipun kenaikan tarif harus dibahas dengan DPR, keputusan MK ini mengirim sinyal kuat bahwa ruang politik untuk penyesuaian tarif pajak, termasuk PPN dan ini sah secara konstitusional.

“Publik perlu bersiap karena potensi kenaikan PPN tidak berhenti di level 12%. PPN bisa saja bergerak lebih tinggi sesuai kebutuhan fiskal negara,” ujarnya.

Ruang Fiskal Makin Luas

Syafruddin juga menekankan, putusan MK memperkuat posisi pemerintah dalam mengamankan penerimaan pajak.

“Keputusan ini membuka ruang fiskal yang lebih luas karena tarif PPN sebesar 12% sudah sah dan tidak bisa diganggu gugat lagi,” ujarnya.

Dengan demikian, Syafruddin menilai potensi penerimaan pajak akan semakin meningkat, mengingat PPN merupakan kontributor utama dalam struktur pendapatan negara.

“Pemerintah kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk memastikan target penerimaan pajak dapat terealisasi tanpa hambatan hukum,” ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...