BI Sebut Penempatan Uang Negara Rp 200 Triliun Perkuat Likuiditas Perbankan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyambut positif kebijakan pemerintah yang menempatkan uang negara sebesar Rp200 triliun ke sistem perbankan. Dana tersebut berasal dari rekening pemerintah yang sebelumnya disimpan di BI.
“Kami menyambut baik Pak Menteri Keuangan memindahkan dana dari Bank Indonesia ke likuiditas perbankan,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI, Rabu (17/9).
Menurut Perry, langkah tersebut akan memperkuat likuiditas perbankan sekaligus mendukung injeksi likuiditas yang saat ini juga sudah dilakukan BI.
Ia menjelaskan, BI telah melakukan ekspansi likuiditas melalui penurunan posisi instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp916,97 triliun pada awal 2025 menjadi Rp716,62 triliun per 15 September 2025.
Selain itu, BI juga membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp217,10 triliun hingga 16 September 2025, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp160,07 triliun.
“Ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi sektor riil dan meningkatkan dunia usaha, dan ujungnya akan juga mendorong permintaan kredit,” ujarnya.
Perry menambahkan, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) hingga minggu pertama September 2025 mencapai Rp384 triliun. Insentif tersebut disalurkan kepada bank BUMN dan BUSN masing-masing Rp170 triliun, bank pembangunan daerah (BPD) Rp38,5 triliun, serta kantor cabang bank asing (KCBA) Rp5,7 triliun.
Percepat Pertumbuhan Ekonomi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengesahkan kebijakan penempatan dana Rp200 triliun di perbankan pada Jumat (12/9). Dana tersebut ditempatkan di bank milik negara (himbara) dan bank syariah.
Rinciannya, pemerintah menyalurkan masing-masing Rp55 triliun ke Bank Mandiri, BRI, dan BNI, Rp25 triliun ke BTN, serta Rp10 triliun ke Bank Syariah Indonesia (BSI).
“Pasti pelan-pelan akan dikredit sehingga ekonominya bisa bergerak,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jumat (12/9).
Ia menegaskan, penempatan dana dilakukan dalam bentuk deposit on call. Pemerintah hanya mengimbau agar perbankan tidak menggunakan dana tersebut untuk membeli SRBI atau SBN, meski tidak ada aturan khusus yang melarangnya.
Tujuan utama penempatan dana untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor riil. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025.
“Terhadap penempatan uang negara kepada Bank Umum Mitra sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu dikenakan tingkat bunga atau imbal hasil sebesar 80,476% dari BI Rate untuk rekening penempatan dalam rupiah,” bunyi KMK tersebut.
