Kemenkeu Pastikan Pinjaman untuk Pemda dan BUMN Berbunga Rendah
Presiden Prabowo Subianto menerbitkan aturan yang memungkinkan pemerintah daerah (pemda), badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) bisa memperoleh pinjaman langsung dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bunga pinjaman nantinya akan rendah. “Pinjaman dari pemerintah pusat kepada daerah merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan bagi daerah yang bunganya rendah,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro kepada Katadata.co.id, Kamis (30/10).
Deni menjelaskan bahwa kebijakan terkait bunga pinjaman dijelaskan dalam beleid tersebut. Dalam penjelasan PP Nomor 38 Tahun 2025 disebutkan bahwa pemberian pinjaman tersebut bertujuan untuk mendorong pembangunan nasional dan daerah melalui pendanaan yang relatif murah.
Namun ketentuan bunga itu belum dirinci dalam PP tersebut. “Ini kan ditetapkan dalam Perpres kebijakan pemberian pinjaman,” ujarnya.
Ketentuan teknis lain akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Begitu juga dengan ketentuan Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah.
Dalam Pasal 4 diatur pinjaman hanya diberikan untuk mendukung kegiatan:
- Pembangunan atau penyediaan infrastruktur Penyediaan pelayanan umum
- Pemberdayaan industri dalam negeri
- Pembiayaan sektor ekonomi produktif atau modal kerja
- Pembangunan atau program lain sesuai dengan kebijakan strategis pemerintah pusat
“Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat dilaksanakan dengan mempertimbangkan pengelolaan risiko yang memperhatikan kemampuan keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis Pasal 5 ayat (1).
Pengelolaan risiko ini dilakukan oleh menteri atau kepala lembaga atau pimpinan instansi yang terlibat dalam pemberian pinjaman sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Konsekuensi Bunga Tinggi
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyoroti bahwa kebijakan ini berpotensi menimbulkan sejumlah konsekuensi. Salah satunya terkait tingginya bunga pinjaman yang mungkin harus ditanggung daerah.
“Kalau misalnya daerah berutang dan sebagainya, saya kira memang harus ada konsekuensi tingkat bunga yang harus dibayar oleh daerah bisa lebih tinggi,” kata Tauhid.
Menurut Tauhid, tinggi rendahnya bunga pinjaman akan bergantung pada tingkat kebutuhan daerah. Jika kebutuhannya mendesak, kemungkinan bunga yang dikenakan juga akan lebih tinggi.
Ia menilai, hanya daerah dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang memadai serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kuat yang layak menerima pinjaman. Sebaliknya, daerah dengan kapasitas fiskal lemah berisiko kesulitan membayar cicilan dan menumpuk utang baru.
Selain itu, Tauhid mengingatkan adanya risiko lain yang bersumber dari ketidakpastian dana transfer ke daerah (TKD), karena nilainya dapat berubah sesuai kebijakan pemerintah pusat.
