Alih Kelola Blok Rokan ke Pertamina Dibayangi Masalah Pencemaran Tanah
Proses alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (Chevron) ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tinggal menghitung hari. Namun banyak persoalan yang hingga kini belum juga tuntas, salah satunya terkait isu kerusakan lingkungan.
Proses pemulihan sisa tanah terkontaminasi minyak bumi dari kegiatan operasi produksi yang dilakukan Chevron di Blok Rokan masih belum selesai. Berdasarkan catatan SKK Migas, setidaknya masih ada lebih 100 titik lokasi yang belum dipulihkan.
"Masih ada lebih dari 100 lokasi (tanah terkontaminasi minyak), sesuai hasil audit terakhir. Volumenya juga sudah diperkirakan ada berapa meter kubik," ujar Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno kepada Katadata.co.id, Senin (12/7).
Menurut Julius proses pemulihan lahan terkontaminasi minyak di Blok Rokan nantinya akan dilakukan secara bertahap. Proses tersebut menyesuaikan dengan evaluasi teknis ekonomis yang harus disetujui KLHK dan SKK Migas terlebih dulu.
Adapun PHR selaku pengelola berikutnya akan melanjutkan pekerjaan pembersihan limbah yang ditinggalkan oleh perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. "Pemulihan lahan akan dilanjutkan oleh PHR dengan dana yang sudah dicadangkan oleh Chevron," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam proses audit lingkungan, Chevron telah selesai menghitung besaran biaya pemulihan Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) di Blok Rokan. Namun hingga saat ini, SKK Migas tak kunjung membeberkan secara detail angka pasti yang sudah disiapkan oleh Chevron.
Progres Alih Kelola
Sebelumnya, Pertamina menyatakan terus lakukan persiapan untuk alih kelola Blok Rokan setelah 9 Agustus 2021. Salah satu kegiatan yang saat ini sedang berjalan adalah proses mirroring atau pengalihan kontrak eksisting.
Direktur Utama PHR Jaffee A. Suardin mengatakan proses pengadaan barang dan jasa untuk Blok Rokan dilakukan dengan beberapa metode. Diantaranya yaitu mirroring untuk kontrak eksisting yang ada di CPI dan pengadaan baru untuk kontrak yang belum ada di CPI maupun yang tidak bisa dilakukan mirroring.
Selain melalui mirroring kontrak eksisting dan pengadaan baru, juga terdapat kontrak melalui program Local Business Development (LBD). Saat ini terdapat 260 kontrak LBD yang akan diproses secara terpisah melibatkan sekitar 690 mitra LBD.
Menurut dia sosialisasi LBD tahap 1 telah dilaksanakan pada akhir Mei lalu, saat ini sedang dalam proses dan diharapkan minggu ketiga atau keempat Juni sudah bisa terjadi kontrak.
“PHR akan melakukan evaluasi kesempatan untuk meluaskan keterlibatan masyarakat sekitar dengan melibatkan BUMDes. Komitmen kami untuk selalu melakukan perbaikan dalam program LBD serta memastikan program ini kedepannya dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat," kata Jaffee.
Pertamina secara rutin menyampaikan informasi kemajuan dari proses alih kelola kepada para stakeholder, antara lain Kementrian BUMN, Kementerian ESDM dan SKK Migas, Pemprov Riau, Pemerintah Kota Pekanbaru, Kapolda Riau, Pangdam Bukit Barisan. Termasuk komponen masyarakat seperti Lembaga Adat Melayu Riau.
"Hal ini agar para stakeholder dapat secara bersama-sama melihat kemajuan dari proses alih kelola yang saat ini sedang dijalankan serta untuk mendapatkan dukungan dan masukan positif agar proses dapat berjalan dengan lancar," kata Jaffee.