Dari Chevron ke PLN, Pembangkit Listrik Blok Rokan Dibelit Polemik

Image title
7 Juli 2021, 09:45
pembangkit listrik, pembangkit listrik blok rokan, pembangkit listrik chevron, blok Rokan, Chevron, PLN, audit bpk
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi pembangkit listrik.

PT PLN resmi mengakuisisi pembangkit listrik Blok Rokan yang dikelola PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN), Selasa (6/7). Proses akuisisi mendapat sorotan karena munculnya polemik terkait aset negara dan  laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pemerintah menilai pembangkit listrik yang awalnya dimiliki Chevron Standard Limited (CSL) tak masuk sebagai aset negara. Jadi PLN perlu membelinya untuk menjamin penyediaan listrik di Blok Rokan.

Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Lukman Efendi mengatakan telah mengingatkan Kementerian ESDM dan Chevron agar berhati-hati dalam proses akuisisi pembangkit di Blok Rokan. Pasalnya, pembangkit milik MCTN tersebut beroperasi di lahan milik negara.

"Kami sebagai pengelola barang hanya mengingatkan itu. Tentu para pihak yang terkait harus memperhatikannya," ujar Lukman kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.

Lukman menyebutkan terdapat dokumen perjanjian antara CPI dan regulator hulu migas pada masa lalu mengenai kepemilikan pembangkit di wilayah Blok Rokan. Dokumen itu yang menjadi dasar pembangkit listrik tersebut tak diklasifikasikan sebagai aset negara.

"Namun, yang pasti kami sudah menyurati jika ada langkah perbuatan hukum yang ingin ditempuh Chevron di Blok Rokan, harus izin," ujarnya.

Sumber Katadata.co.id menjelaskan skema fasilitas untuk pembangkit listrik di Blok Rokan dibuat secara khusus dalam memorandum of understanding yang disepakati antara regulator dengan Chevron Pacific Indonesia (CPI). Dalam kesepakatan tersebut disebutkan bahwa pembangunan pembangkit PLTGU tidak menggunakan uang negara, namun pihak ketiga.

Sehingga, ketika kontrak pengelolaan Blok Rokan selesai, maka Chevron tidak memiliki kewajiban menyerahkan pembangkit kepada negara. Meskipun mereka menggunakan lahan milik negara tanpa biaya sewa."Bila ada yang mengungkit masalah tanah, dalam MoU diatur bahwa pihak ketiga ini boleh memakai lokasi tanpa sewa sepanjang kontrak," kata sumber tersebut.

Chevron membentuk MCTN mulai 1998 dan membangun pembangkit listrik setahun kemudian. Pada 2000, pembangkit listrik ini beroperasi.

Awalnya komposisi kepemilikan saham MCTN dikuasai Chevron Inc dan Texaco Inc masing-masing 47,5%, dan sisanya dipegang PT Nusa Galih Nusantara sebesar 5%. Pada 2001, Chevron dan Texaco bergabung. Sehingga kepemilikan sahamnya menjadi 95% oleh Chevron Standard Limited (CSL) dan 5% PT Nusa Galih Nusantara.

BPK Soroti Penggunaan Cost Recovery

Meski dalam MoU disebutkan pembangkit listrik Blok Rokan dikelola pihak ketiga, pembayaran tagihan listrik di Blok Rokan tetap menggunakan skema cost recovery.

Data SKK Migas menyebutkan nilai investasi MCTN membangun pembangkit nilainya mencapai US$ 200 juta, sedangkan tagihan listrik di Blok Rokan dari MCTN kepada Chevron Pacific Indonesia mencapai US$ 80 juta per tahun hingga 2020. Tagihan ini diteruskan Chevron untuk dibayar negara lewat mekanisme cost recovery.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...