Terungkap, DMO Batu Bara Dinaikkan Menjadi 30% dalam RUU EBT
Pemerintah berencana menaikkan kewajiban penjualan untuk kebutuhan pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) perusahaan tambang batu bara menjadi 30% dari saat ini sebesar 25% dari total rencana produksi.
Hal tersebut tertuang dalam draf rancangan undang-undang (RUU) energi baru terbarukan (EBT) yang baru saja merampungkan proses harmonisasi oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR.
Pada pasal 6 ayat 6 draf RUU EBT disebutkan bahwa untuk memastikan ketersediaan energi primer dalam pemanfaatan pembangkit listrik tak terbarukan yang ada, penyediaan batu bara bagi kebutuhan pembangkit listrik dilakukan dengan mekanisme penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO dengan ketentuan minimal 30% dari rencana produksi batu bara dan harga paling tinggi US$ 70 per ton dengan acuan batu bara kalori 6.322 kcl per kg.
Melalui harmonisasi RUU EBT ini, Baleg mengusulkan kepada Komisi VII untuk memasukkan besaran DMO maupun patokan harganya ke dalam norma undang-undang. Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas, mengatakan ada beberapa hal yang memang perlu menjadi catatan bagi Baleg dan sudah terakomodasi (dalam draf RUU EBT).
"Indonesia sebagai negara penghasil batu bara terbesar di dunia kerap kali masih mengalami kelangkaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri karena terjadi disparitas harga yang begitu jauh antara harga di dalam negeri dengan harga batu bara acauan internasional,” ujarnya, dikutip Jumat (18/3).
Sebelumnya wacana pengaturan DMO batu bara dalam RUU EBT pernah mencuat pada awal tahun lalu. Saat itu, Komisi VII DPR ingin memastikan jaminan pasokan batu bara diatur dalam RUU EBT. Hal ini dilakukan dengan mencantumkan kewajiban DMO 30-35%.
“Komisi VII akan mendorong agar dalam RUU EBT dimasukkan pasal besaran DMO minimal 30-35%. Agar ada regulasi yang kuat guna pemenuhan kebutuhan PLN selama masa transisi ke EBT,” ujar Wakil Ketua Komisi VII, Bambang Haryadi.
Menanggapi adanya kabar kenaikan DMO, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan bahwa dia tidak pernah mendengar adanya rekomendasi kenaikan DMO dari 25% menjadi 30-35%.
“Waktu kami Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI dan komisi VII di akhir Januari, tidak ada rekomendasi seperti itu,” ujarnya kepada Katadata.co.id saat dihubungi pada Kamis (17/3) sore.
Saat ini, ujar Hendra, anggota APBI tengah berupaya mengoptimalkan produksi sesuai rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) yang telah disetujui. Menurutnya, produksi batu bara sempat tersendat terganggu akibat kebijakan larangan ekspor sementara pada bulan Januari lalu.
Sebelumnya Hendra juga mengatakan bahwa saat ini perusahaan tambang batu bara mengalami dilema dalam pemenuhan DMO imbas tingginya harga batu bara di pasar dunia. Meski begitu ia menyebut pengusaha akan tetap berkomitmen dalam memenuhi kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik PLN.
"Melihat disparitas harga ini pilihan dilematis bagi anggota kami. Namun, sejak awal komit melaksanakan kontrak penjualan batu bara ke PLN, pemerintah juga sudah paham," kata dia. APBI beranggotakan sekitar 70-an perusahaan yang kontribusi pada sekitar 70% produksi nasional.
Namun demikian, Hendra menyadari dalam tiga tahun terakhir ini, pemenuhan kewajiban 25% DMO sedikit meleset. Setidaknya, realisasi kuota DMO yang dapat dipenuhi perusahaan yakni di angka 22% hingga 23%. Hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya seperti faktor demand yang di bawah target.
Penambahan Porsi DMO Batu Bara Belum Diperlukan
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai penambahan DMO batu bara belum perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan kebutuhan untuk DMO 25% saja sudah cukup untuk memenuhi pasokan energi listrik di Indonesia.
“Tinggal bagaimana komitmen dari pengusaha untuk memenuhi komitmen tersebut dan pengawasan pemerintah dari pelaksanaan DMO ini. Keputuasn Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021 dan Nomor 13 Tahun 2022 harus benar-benar dijalankan,” kata Mamit saat dihubungi pada Jumat (18/3).
Mamit menambahkan, bahwa menaikkan DMO batu bara tak sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NET) pada 2060. “Yang ada ke depan DMO ini justru akan berkurang seiring dengan pengurangan PLTU. PLN juga sudah punya peta jalan untuk mempensiunkan PLTU mereka,” tutur Mamit.