Logam Tanah Jarang Ditemukan di 9 Lokasi, Bagaimana Pengembangannya?
Pengembangan potensi logam tanah jarang di Indonesia terus berjalan. Namun perkembangannya hingga tahun ini masih sampai pada tahapan eksplorasi awal berupa pemetaan, georadar-geomagnet, sumur uji, hingga pengeboran.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, mengatakan eksploitasi logam tanah jarang masih terbatas. Adapun indikasi lokasi yang sudah terpetakan sebagai sumber daya sejauh ini baru ditemukan delapan lokasi yang seluruhnya baru dilakukan eksplorasi.
Ridwan mengungkapkan dari tahapan eksplorasi, logam tanah jarang terindikasi terdapat di 7 lokasi, kemudian ada keterdapatan di 9 lokasi, dan sudah terpetakan sebagai sumber daya di 8 lokasi.
Tahun ini progres pengolahan logam tanah jarang di Pulau Bangka Blitung sejak 2021 sudah masuk ke tahap eksplorasi detail yang mencakup kegiatan pengeboran yang lebih rapat dan uji ekstraksi.
“Sejak 2021 sudah melakukan eksplorasi awal dengan hasil estimasi sumber daya di Bangka Selatan dengan potensi area seluas 255 hektar dan total voume 35 ribu ton lebih logam tanah jarang," kata Ridwan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR pada Senin (11/4).
Harapannya, lanjut Ridwan, nanti pada 2024 ekploitasi detail akan dilakukan di Ketapang, Sibolga, Pegunungan Tiga Puluh, dan Papua. Ini adalah tahapan awal dalam rangka memperoleh manfaat dari mineral logam langka ini.
Ridwan mengatakan, saat ini upaya eksplorasi tidak hanya dikerjakan oleh PT Timah. Perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Mitra Stania Prima, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Ayi Jaya juga terlibat dalam melakukan kegiatan eksplorasi.
Adapun pemanfaatan logam tanah jarang secara umum akan dikelola oleh dua kementerian, yakni Kementerian ESDM yang mengatur sektor hulu dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mengelola sektor hilir.
Kementerian ESDM memiliki tupoksi untuk melakukan ekstraksi timah menjadi monasit untuk selanjutnya dijadikan logam. Sementara Kemenperin memiliki fungsi untuk mengubah logam tersebut menjadi barang yang memiliki nilai jual tinggi seperti magnet atau bahan baku lapisan kendaraan militer dan penerbangan.
Sebagian besar tersimpan di Pulau Bangka Belitung dengan monasit 186.663 ton dan senotim 20.734 ton. Logam tanah jarang juga ditemukan Sumatera Utara sebanyak 19.917 ton, Kalimantan Barat 219 ton, dan Sulawesi Tengah 443 ton. “(Sekitar) 91% cadangan logam tanah jarang berada di Bangka Belitung,” ujar Ridwan.
Lebih lanjut, kata Ridwan, dalam 10 tahun ke depan Kementerian ESDM akan fokus pada eksplorasi kesiapan industri hilir berupa perhitungan estimasi, cadangan, dan inventarisasi yang hasil akhirnya akan digunakan sebagai bahan baku industri.
Guna mempercepat proyek tersebut, Kementerian ESDM juga menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan luar negeri penyedia teknologi pengolahan logam tanah jarang.
“Saat sudah memiliki potensi sumber daya dan cadangan logam tanah jarang, kita juga harus tahu pengolahannya. Sehingga bisa menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan. Setelahnya kita akan buat tata kelola perdagangannya,” paparnya.
Saat ini, pemerintah melalui PT Timah tengah menjalin kerja sama dengan perusahaan teknologi dari Kanada untuk mengembangkan teknologi pengolahan logam tanah jarang monasit dengan kapasitas pengolahan 1.000 ton per tahun.