Harga BBM Bisa Turun Jika Harga Minyak Turun Jadi US$ 65-70 per Barel

Muhamad Fajar Riyandanu
13 April 2022, 16:30
harga bbm, harga minyak
ANTARA FOTO/Jojon/tom.
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di SPBU 74.931.04 Tapak Kuda, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (12/4/2022).

Fluktuasi harga minyak imbas gejolak geopolitik perang Rusia Ukraina terus berlanjut di tengah ketatnya pasokan seiring pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19. Kenaikan harga minyak mendorong pemerintah dan Pertamina beberapa kali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi.

Terakhir, harga Pertamax dinaikkan dari semula Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500. Ini untuk mengurangi beban kompensasi dan subsidi BBM yang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina.

Harga minyak mentah sempat menyentuh hampir US$ 130 per barel, level tertingginya dalam 14 tahun terakhir. Namun beberapa waktu terakhir bergerak di kisaran US$ 100 per barel dan beberapa kali turun di bawah level tersebut.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa harga BBM non subsidi memang idealnya diserahkan pada mekanisme pasar, mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Singkatnya, jika harga minyak turun, harga BBM harus diturunkan, dan sebaliknya.

Namun jika harga minyak masih di kisaran US$ 100 per barel, belum waktunya pemerintah menurunkan kembali harga BBM karena masih jauh di atas asumsi harga minyak dalam APBN yang sebesar US$ 63 per barel. Menurut Fahmi, pemerintah dan Pertamina bisa menurunkan harga BBM nonsubsidi jika harga minyak US$ 65-70 per barel.

“Saya kira kalau harga minyak turun tapi masih sekitar US$ 100 per barel itu belum berdampak, tapi kalau sudah mencapai harga US$ 65 hingga US$ 70 per barel itu akan mengurangi beban APBN,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id, Rabu (13/4).

Fahmy mencontohkan, jika harga minyak ada di harga US$ 65 hingga US$ 70 per barel, Pertamina harus menurunkan harga Pertamax dari Rp 12.500 per liter ke angka Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per liter.

Lebih lanjut, ujar Fahmy, harga minyak dunia akan terus tinggi selama konflik Rusia dan Ukraina masih berlanjut. Selain ini, faktor kegiatan ekonomi yang mulai bergeliat pasca Pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya harga minyak dunia.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...