Pemerintah Tetapkan Tarif Royalti Penjualan Batu Bara Dalam Negeri 14%
Pemerintah menetapkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau royalti untuk penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebesar 14%.
Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara. Aturan ini mulai berlaku hari ini, Senin (18/4) atau tujuh hari sejak tanggal diundangkan Presiden Joko Widodo pada Senin (11/4).
Salah satu poin yang diatur dalam PP tersebut yakni penetapan tarif PNBP batu bara yang berbeda antara Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 1 dan PKP2B Generasi 1 Plus.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Lana Saria, mengatakan tarif PNBP Generasi 1 berada pada kisaran 14% hingga 28% sesuai dengan masing-masing Harga Batu Bara Acuan (HBA).
Sementara tarif PNBP Generasi 1 Plus berada di 20% hingga 27%. Walau tarif PNBP yang dikenakan berbeda, tarif royalti penjualan batu bara di dalam negeri sama-sama sebesar 14%.
"Kenapa penjualan dalam negeri sama nilainya 14% karena harganya kami patok untuk listrik US$ 70 per ton dan industri non listrik seperti pupuk, semen, dan lain-lain senilai US$ 90 per ton,” kata Lana dalam konferensi pers daring pada Senin (18/4).
Pada paparannya, Lana menjelaskan lima layer penentuan tarif royalti batu bara, sebagai berikut:
IUPK dari PKP2B Generasi 1;
HBA kurang dari US$ 70 per ton, tarif royalti 14%.
HBA antara US$ 70 hingga US$ 80 per ton, tarif royalti 17%.
HBA antara US$ 80 hingga US$ 90 per ton, tarif royalti 23%.
HBA antara US$ 90 hingga US$ 100 per ton, tarif royalti 25%.
HBA lebih dari US$ 100 per ton, tarif royalti 28%.
IUPK dari PKP2B Generasi 1 Plus;
HBA kurang dari US$ 70 per ton, tarif royalti 20%.
HBA antara US$ 70 hingga US$ 80 per ton, tarif royalti 21%.
HBA antara US$ 80 hingga US$ 90 per ton, tarif royalti 22%.
HBA antara US$ 90 hingga US$ 100 per ton, tarif royalti 24%.
HBA lebih dari US$ 100 per ton, tarif royalti 27%.
Lebih lanjut, kata Lana, terif berjenjang sampai dengan lima layer bertujuan untuk menjaga stabilitas keekonomian kegiatan pertambangan, sehingga pada saat itu harga tinggi, Negara mendapatkan peningkatan penerimaan negara. Namun pada saat harga rendah pelaku usaha tidak terbebani tarif PNBP yang tinggi.
Sementa itu, aturan mengenai pengenaan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PKP2B Generasi 1 dan Generasi 1 Plus diatur secara berbeda walau tarif PNBP sama-sama dikenakan 13,5%.
“Yang membedakan adalah pengenaan pajaknya. Pajak PKP2B Generasi 1 mencapai 45% sesuai kontrak atau perjanjian, sementara Generasi 1 Plus pajaknya mengikuti aturan yang berlaku. Dengan diterbitkannya UU No 7 tahun 2021 yang berlaku saat ini, maka PPh senilai 22%,“ tukas Lana.
Seperti diketahui harga batu bara dunia terus meroket seiring perkembangan geopolitik yang terjadi di Ukraina. Uni Eropa memutuskan akan melarang impor mineral hitam tersebut dari Rusia mulai pertengahan Agustus 2022 sebagai sanksi atas invasi ke Ukraina.
Sanksi ini berpotensi semakin memanaskan harga batu bara karena terjadi perebutan pasokan antara negara-negara Uni Eropa dan Asia. Di sisi lain pasokan dari negara pengekspor utama seperti Australia dan Indonesia telah mencapai batas produksi.
Sedangkan Afrika Selatan, negara produsen batu bara utama lainnya terkendala masalah logistik sehingga kemungkinan besar tidak dapat melayani peningkatan pembelian dari pasar Eropa.
Saat ini harga batu bara di pasar ICE Newcastle Australia telah kembali menembus US$ 300 per ton, tepatnya US$ 314 per ton. Tingginya harga yang menjadi acuan dunia ini turut mengerek harga batu bara acuan Indonesia ke level tertinggi baru di US$ 288,40 per ton pada April 2022.