Riset: UE Impor Energi Rusia Rp 673 T, Dituding Biayai Invasi Ukraina

Happy Fajrian
29 April 2022, 16:51
eropa, uni eropa, energi, rusia, ukraina, perang ukraina
ANTARA FOTO/REUTERS/Ukrainian Presidential Press Service/Handout /hp/sad.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyambut Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell saat serangan Rusia ke Ukraina berlanjut, di Kyiv, Ukraina, Jumat (8/4/2022).

Ketergantungan Eropa terhadap komoditas energi Rusia membuat kawasan tersebut turut membiayai pundi-pundi perang Vladimir Putin dalam invasinya ke Ukraina.

Laporan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan bahwa impor bahan bakar fosil Rusia oleh Uni Eropa (UE) mencapai € 44 miliar atau sekitar Rp 673 triliun (kurs Rp 15.317 per euro) dari 24 Februari 2022, hari dimulainya invasi Rusia, hingga 24 April.

“Itu lebih dari dua kali lipat nilai impor energi Rusia oleh negara-negara UE pada periode dua bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Tapi kenaikan itu karena tingginya harga energi, bukan peningkatan pada volume,” kata analis CREA Lauri Myllyvirta seperti dikutip CNN.com, Jumat (29/4).

Adapun blok ini menyumbang sekitar 70% dari total pendapatan ekspor bahan bakar fosil Rusia secara global yang mencapai € 63 miliar atau setara Rp 965 triliun selama periode dua bulan tersebut.

Pada periode tersebut impor gas alam Rusia oleh negara-negara UE meningkat 10% melalui jaringan pipa, impor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) bahkan naik hingga 20%. Meski demikian impor minyak dan batu bara UE dari Rusia masing-masing turun 20% dan 40%. Simak databoks berikut:

Harga energi melonjak selama setahun terakhir karena perekonomian negara-negara di dunia mulai bangkit dari penguncian wilayah (lockdown) dan mendongkrak permintaan. Invasi Rusia ke Ukraina memberikan dorongan lebih lanjut terhadap harga minyak dan gas.

Di sisi lain negara-negara anggota OPEC juga gagal memberikan peningkatan produksi yang mereka janjikan. Ini semakin memperketat pasokan di pasar.

Saat ini Eropa berada pada tekanan yang semakin memuncak untuk segera melarang impor minyak Rusia dan menjauh dari gas Rusia agar tidak menambah brankas perang Putin dan secara tidak langsung membiayai perang di Ukraina.

Apalagi Rusia telah menggunakan gas sebagai senjata, dengan menghentikan pasokan ke Polandia dan Bulgaria yang menolak pembayaran dalam rubel, untuk keluar dari sanksi ekonomi yang membuat nilai tukar rubel anjlok.

Sanksi dari negara barat berdampak signifikan terhadap perekonomian Rusia. Sanksi itu menargetkan bank sentral Rusia dan membekukan sekitar separuh dari cadangan devisa sebesar US$ 600 miliar (setara Rp 8.700 triliun).

“Fakta bahwa pundi-pundi Rusia menggembung karena rejeki nomplok (windfall) yang mereka dapatkan dari harga bahan bakar fosil adalah hasil yang sangat buruk,” kata Myllyvirta.

Namun untuk lepas dari bahan bakar fosil Rusia dengan cepat akan menjadi tantangan bagi UE yang sekitar 40% dari impor gas alam, 27% impor minyak, dan 46% impor batu bara berasal dari negara tersebut. Mengakhiri pembelian ini secara tiba-tiba akan berdampak serius pada ekonomi.

Ini khususnya sangat menantang bagi Jerman, yang telah menjadi pembeli individu terbesar bahan bakar fosil Rusia secara global sejak invasi, dengan pembelian senilai € 9,1 miliar (setara Rp 139 triliun) menurut laporan CREA.

Italia adalah pembeli terbesar berikutnya dengan pembelian € 6,9 miliar (setara Rp 106 triliun), diikuti oleh Cina € 6,7 miliar (Rp 103 triliun), Belanda € 5,6 miliar (Rp 86 triliun), Turki € 4,1 miliar (Rp 63 triliun), dan Prancis € 3,8 miliar (Rp 58 triliun).

UE telah berjanji untuk memutuskan ketergantungannya pada energi Rusia pada 2027, dan sedang mengerjakan embargo minyak yang dapat diumumkan pada awal minggu depan, tetapi laporan tersebut menunjukkan bahwa pencapaian dari langkah-langkah diversifikasi yang sejauh ini diumumkan jauh dari harapan.

“Segala sesuatu yang telah diumumkan seputar energi hijau dan efisiensi energi sangat mengesankan, jika Anda melihat potensi dampaknya selama beberapa tahun ke depan. Tapi dalam jangka pendek, upaya yang benar-benar akan membatasi pendapatan Rusia sangat kurang,” kata Myllyvirta.

Sejauh ini beberapa perusahaan energi Eropa sekarang sedang dalam pembicaraan dengan Gazprom mengenai kontrak gas mereka. Perusahaan Jerman Uniper dan perusahaan Austria OMV masih dapat mematuhi mekanisme pembayaran baru Moskow tanpa melanggar sanksi UE.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...