Belum Genap 1 Semester, Kuota BBM Pertalite sudah Terpakai 50,74%
Penyaluran Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite hingga 31 Mei sudah mencapai angka 11,69 juta kilo liter (kl). Sehingga dalam kurun waktu 5 bulan, penyaluran Pertalite setara dengan 50,74% dari kuota tahun ini sebanyak 23,4 juta kl.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika Retnowati juga mengatakan bahwa penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) solar subsidi hingga bulan Mei mencapai 6,76 juta kl atau 44,77% dari kuota tahun ini sebesar 15,10 juta kl.
"Sedangkan untuk JBT minyak tanah mencapai 0,20 juta kl atau 41,67% dari kuota tahun ini sejumlah 0,48 juta kl," kata Erika dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII pada Rabu (8/6).
Guna mengatur distribusi BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar, BPH Migas menargetkan pembelian dengan aplikasi MyPertamina yang akan diuji coba pada Agustus mendatang. Erika Retnowati mengatakan, skema subsidi tertutup ini akan dilakukan demi menghemat biaya kompensasi dan subsidi BBM.
"Kami mengharapkan bulan Agustus dan September bisa dilakukan uji coba. Harus ada sosialisasi dan uji coba terlebih dahulu," kata Erika, Senin (6/6).
Adapun kriteria maupun petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi akan diatur di revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. "Saat ini sudah finalisasi di internal kementerian ESDM. Semoga sebentar lagi bisa diluncurkan," sambung Erika.
Menurut catatan Pertamina, subsidi BBM dan LPG 2022 yang semula dianggarkan Rp 77,5 triliun dan kompensasi BBM Rp 18,5 triliun harus ditambah sebesar Rp 71,8 triliun untuk subisdi dan kompensasi BBM Rp 234 triliun, atau menjadi Rp 401,8 triliun dengan berubahnya asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 100 per barel.
Dengan tambahan alokasi subsidi tersebut, Pemerintah bersama Pertamina memastikan sampai hari ini harga Pertalite, Solar Bersubsidi dan LPG 3 Kg tidak naik.
Menteri BUMN Erick Thohir juga mengatakan bahwa Pertamina dan PLN rela merugi demi tidak menaikkan harga, agar tidak menambah beban rakyat di tengah pandemi. Menurut Erick, kerugian ini setelah adanya lonjakan harga batu bara dan minyak mentah dunia.
Adapun kerugian Pertamina mencapai Rp 191,2 triliun. Sementara PLN mengalami kerugian sebesar Rp 71,1 triliun. Erick memastikan kerugian ini tidak membuat kedua BUMN ini bangkrut.
"Tidak mungkin dengan kondisi pangan dan energi seperti sekarang, pemerintah mendiamkan, tidak melakukan intervensi, tidak mungkin. Pemerintah pasti hadir," ujarnya.