Tarif Listrik Pelanggan Mampu dan Pemerintah Naik, Berikut Rinciannya
Pemerintah dan PLN resmi menaikkan tarif listrik untuk golongan rumah tangga mampu 3.500 volt ampere (VA) ke atas dan gedung instansi pemerintahan dan penerangan jalan. Tarif baru ini berlaku mulai 1 Juli 2022.
Kenaikkan tarif ditetapkan sebesar 17,64% untuk kelompok rumah tangga mampu kelompok R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, kelompok R3 dengan daya 6.600 VA ke atas, gedung pemerintahan kelompok P1 berdaya 6.600 VA-200 kVA tegangan rendah, dan penerangan jalan atau P3 tegangan rendah.
Dengan demikian, tarif listrik untuk keempat golongan pelanggan ini naik dari sebelumnya Rp 1.444,7 per kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh.
Adapun kenaikan tarif tertinggi, yakni 36,61% ditetapkan untuk gedung pemerintahan kelompok P2 berdaya di atas 200 kVA tegangan menengah, dari Rp 1.114,70 per kWh menjadi Rp 1.522,88 per kWh.
Gedung instansi pemerintahan kategori P1 di antaranya kantor kecamatan, keluarahan, kepala desa, dan kantor dinas dengan daya listrik 6.600 VA hingga 200 kVA.
Sementara gedung-gedung instansi pemerintah kategori P2 di antaranya kantor bupati, walikota, pelayanan publik, gedung DPR/DPRD, dan kantor kejaksaan dengan daya listrik di atas 200 kVA. Sedangkan kategori P3/TR untuk penerangan jalan umum.
"Adapun pelanggan rumah tangga R2 mecapai 1,7 juta pelanggan dan R3 ada 316 ribu pelanggan. Sedangkan sebanyak 74,2 juta pelanggan yang masih butuh bantuan tidak mengalami perubahan tarif," kata Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo kepada wartawan di Gedung Kementerian ESDM Jakarta, Senin (13/6).
Sementara itu, tarif listrik bagi golongan rumah tangga di bawah 3.500 VA dipastikan tidak mengalami kenaikan. Hal serupa juga diberlaku bagi golongan bisnis dan industri dengan yang mencakup seluruh golongan daya listrik.
Darmawan menyebut, tidak dianaikkannya tarif listrik untuk golongan bisnis dan industri dimaksudkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menekan angka inflasi. Penyesuaian atau penaikkan tarif listrik diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2018 mengenai ketentuan penyesuaian tarif.
"Untuk golongan bisnis dan industri tidak dilakukan penyesuaian tarif karena dipertimbangkan untuk mendorong perekonomian. Mereka baru pemulihan pascapandemi dan kami tidak menaikkan tarifnya," sambung Darmawan.
Dia menambahkan, penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan untuk melindungi daya beli masyarakat dan menekan laju inflasi. Ia menyebut, sejak tahun 2017 hingga 2021, pemerintah telah mengeluarkan subsidi untuk listrik sekitar Rp 234 triliun dan kompensasi Rp 94,17 triliun.
Mayoritas dari subsidi yang dikeluarkan oleh pemeritah dinilai tidak tepat sasaran karena sejumlah rumah tangga golongan ekonomi mampu juga menjadi penerima dari jatah subsidi listrik. Sepanjang 2017-2021, total kompensasi untuk kategori pelanggan tersebut mencapai Rp 4 triliun.
"Dalam proses itu ada porsi kompensasi yang ternyata kurang tepat sasaran yaitu diterima oleh rumah tangga atau ekonomi yang tingkatannya mapan," ujar Darmawan.
Darmawan menjelaskan, kenaikan tarif listrik dihitung dari adanya kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang dihitung dari nilai kurs rupiah, harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan harga batu bara.
Pada kesempatan tersebut, Darmawan menyampaikan, tiap kenaikan harga sebesar US$ 1, berakibat pada kenaikan BPP sebesar Rp 500 miliar. "Sehingga pada tahun 2022 saja, diproyeksikan pemerintah perlu menyiapkan kompensasi sebesar Rp 65,9 triliun," tukas Darmawan.