Fintech Lending Restrukturisasi Pinjaman Terdampak Covid-19 Rp 300 M
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat penyelenggara platform teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) telah merestrukturisasi pinjaman debiturnya yang terdampak Covid-19 hingga Rp 300 miliar.
Sementara, total pengajuan restrukrisasi bisa lebih dari Rp 300 miliar. Namun platform fintech lending hanya menyetujui restrukturisasi pinjaman debitur yang memang benar-benar terdampak Covid-19.
"Sudah disalurkan sekitaran Rp 300 miliar, diberikan keringanan ke peminjam (borrower)," kata Ketua Harian AFPI Kuseryansyah dalam video conference pada Rabu (2/9).
Tingkat pengajuan restrukrisasi tertinggi terjadi pada Maret hingga Mei. Sedangkan saat ini, pengajuan restrukrisasi pinjaman dari peminjam cenderung menurun. "Semakin ke sini permintaan (restrukturisasi) semakin berkurang. Ini karena tenor di fintech tidak seperti bank, tenornya bervariasi," ujarnya.
Meski begitu, menurutnya platform fintech lending bukan penentu pemberian restrukrisasi pinjaman. Pemberian restrukrisasi harus disetujui oleh pemberi pinjaman (lender). "Kalau disetujui, ada sifatnya perpanjangan jatuh tempo, pengurangan denda, dan lainnya," ujarnya.
Selain restrukrisasi, perusahaan juga melakukan pengetatan pinjaman dengan melihat credit scoring masing-masing peminjam di masa pandemi. "Kami ada data, mulai dari high impact, medium impact, dan low impact dari pandemi Covid-19 pada UMKM," ujarnya.
Menurut Kuseryansyah, ada beberapa sektor UMKM yang masuk portofolio platform fintech lending terkena dampak negatif pandemi Covid-19. Seperti di awal pandemi, ada platform fintech khusus umroh, layanan pinjamannya tidak bisa disalurkan karena pengguna tidak bisa melakukan umroh.
Selain itu, UMKM di sektor makanan dan minuman pun terkana dampak di awal pandemi. Namun, ada juga beberapa UMKM yang mendapatkan untung di tengah pandemi, seperti di layanan kesehatan (healthcare) ataupun UMKM yang berjualan di e-commerce.
Platform fintech yang memberikan pembiayaan di kedua sektor itu pun meningkatkan pinjamannya. "Platform yang lakukan pembiayaan di sektor itu (healthcare) melakukan 150 hingga 200% peningkatan pinjaman," ujar Kuseryansyah.
Upaya restrukturisasi dan pengetatan pinjaman dilakukan platform fintech lending untuk memitigasi risiko kredit bermasalah. Sebab, tngkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) di atas 90 hari fintech meningkat. Per Juni, TWP fintech lending mencapai 6,1%. Tingkat tersebut melonjak dibandingkan April 4,93% dan Mei 5,1%.
Meski begitu, Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede mengklaim bahwa pemberi pinjaman (lender) masih percaya untuk berinvestasi di platform fintech lending.
"Angka itu wajar karena kondisi aktual di masyarakat," katanya beberapa waktu lalu (19/8). Perusahaan penyedia platform juga berupaya meyakinkan lender untuk menyalurkan kredit meski ada pandemi Covid-19.
Adapun nilai akumulasi penyaluran pinjaman dari fintech lending sempat naik hingga 240% secara tahunan, dua bulan sebelum kasus pertama Covid-19 ditemukan di Indonesia. Nilainya mencapai Rp 88,4 triliun sepanjang Januari 2020.
DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi provinsi dengan penyaluran terbesar, yakni Rp 27,1 triliun dan Rp 24 triliun. Kemudian Jawa Timur Rp 9,6 triliun, Banten Rp 8,2 triliun, dan Jawa Tengah (Rp 5,8 triliun). Sedangkan di Sumatera Utara, Bali, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan DI Yogyakarta kisaran Rp 1 triliun.