Sertifikasi SNI Komponen PLTS Dianggap Akan Lambungkan Harga Produk
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan sertifikasi standar nasional Indonesia (SNI) pada modul panel surya dinilai berpotensi melambungkan harga produk itu sendiri. Walaupun tujuan awalnya adalah untuk melindungi pengguna PLTS.
Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butarbutar menilai secara prinsip SNI cukup bagus untuk diterapkan. Namun dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidak menutup kemungkinan akan ada dampak terhadap biaya pengujian.
Menurut dia, setidaknya harus ada semacam saling pengkuan (mutual recognition). Jika di negara asal produk sudah disertifikasi sesuai dengan standar yang sama dengan SNI, maka seharusnya tidak perlu lagi tes.
"Pasti akan berimbas pada harga produk. Makanya, dengan mutual recognition harusnya selama sudah sesuai dengan standar SNI maka nggak perlu lagi tes," ujar Paul kepada Katadata.co.id, Selasa (7/9).
Kementerian ESDM mengatakan pertumbuhan pemanfaatan PLTS beberapa tahun terakhir mengalami kemajuan pesat. Dengan kondisi tersebut, maka perlu diimbangi dengan jaminan kualitas mutu produk-produk pendukungnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan SNI diwajibkan demi terjaminnya kualitas modul surya yang beredar di pasaran. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 2/2021 tentang Penerapan Standar Kualitas Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin.
"Meningkatkan daya saing modul surya produk lokal di pasar global, karena yang diwajibkan merupakan SNI adopsi dari standar internasional IEC 61215," katanya.
Menurut Dadan, dengan pembubuhan tanda SNI, masyarakat akan yakin modul surya yang dipilih telah melewati proses pengujian sesuai standar. Setiap produk modul fotovoltaik yang beredar dipasaran wajib bertanda SNI.
Hal ini sebagai bentuk jaminan keamanan dan keselamatan terhadap penggunaan peralatan yang memanfaatkan energi surya, juga untuk pelestarian fungsi lingkungan hidup. Ketentuan ini wajib dipenuhi oleh produsen lokal maupun importir modul fotovoltaik.
Sesuai amanat yang tercantum di dalam Permen ESDM nomor 2 tahun 2021, sampai saat ini telah ditunjuk empat Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan satu Laboratorium Pengujian untuk melaksanakan proses sertifikasi modul fotovoltaik.
Proses sertifikasi modul fotovoltaik dilakukan oleh LSPro dan modul fotovoltaik yang disertifikasi harus lulus uji melalui serangkaian pengujian yang ketat di Laboratorium Uji Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi - Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE-BPPT).
Sejak diterbitkan dan diterapkannya aturan penerapan SNI ini pada 7 Januari 2021 lalu, menurut data semester 1 tahun 2021 tercatat sebanyak 16 permohonan pengajuan proses sertifikasi ke LSPro.
Per 3 September 2021, telah terbit Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) yang pertama atas nama PT. Utomo Juragan Atap Surya Indonesia melalui LSPro Qualis, yang selanjutnya akan menyusul penerbitan SPPT SNI dari pemohon lainnya.