Menakar Urgensi Skema DMO untuk Pengadaan Biomassa Co-firing PLTU PLN

Muhamad Fajar Riyandanu
22 Mei 2023, 18:35
biomassa, pln, co-firing pltu,
ANTARA FOTO/Umarul Faruq/tom.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten (DLHK) Sidoarjo Bahrul Amiq (kiri) dan Direktur Operasi 2 PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) Rachmanoe Indarto (kanan) melihat bahan baku pengganti batu bara (co-firing) biomassa yang berasal dari sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/7/2022).

PLN mengusulkan penerapan skema kewajiban penjualan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dalam penyaluran biomassa sebagai campuran atau co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Usulan ini mendapat tanggapan negatif baik dari pihak pemerintah maupun pakar energi. Kewajiban DMO pada penyediaan biomassa untuk pembangkit listrik dinilai tidak mendesak untuk diterapkan karena berpotensi meningkatkan laju deforestasi dan menaikkan emisi gas rumah kaca.

“Kementerian ESDM mendorong co-firing dengan prinsip keekonomian dan keberlanjutan, namun kami belum melihat bahwa DMO diperlukan untuk saat ini,” kata Dadan lewat pesan singkat pada Senin (22/5).

Proposal PLN yang mengusulkan untuk menerapkan DMO pada pengadaan biomassa PLTU berawal dari keresahan perseroan yang mengalami defisit bahan baku biomassa karena mayoritas produsen domestik lebih memilih menjual hasil produk mereka ke pasar ekspor karena harga yang lebih tinggi.

Mekanisme penetapan DMO pada co-firing PLTU ini meniru ketentuan yang lebih dulu diterapkan kepada pengadaan batu bara untuk PLTU PLN dan industri.

Lewat instrumen Keputusan Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021, pemerintah mewajibkan pelaku usaha batu bara domestik untuk memenuhi kuota penjualan dalam negeri sebanyak 25% dari produksi tahunan untuk kelistrikan umum dan industri.

Lewat mekanisme DMO, perseroan berharap bisa memperoleh jaminan penyediaan biomassa di sektor hulu, hingga pengaturan PLN sebagai pembeli atas seluruh bahan baku atau offtaker di sisi hilir.

Adapun Kementerian ESDM sedang menyusun rancangan Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pemanfaatan Biomassa Sebagai Campuran Bahan Bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap.

“Memang saat ini sedang difinalkan rancangan Permen ESDM memberikan insentif berupa perlakuan biomassa yang lebih baik dari yang berjalan selama ini,” ujar Dadan.

Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Fiorentina Refani, menyampaikan bahwa kebijakan DMO pada pengadaan biomassa untuk co-firing PLTU dapat menimbulkan perluasan deforestasi.

Selain itu, penggunaan co-firing yang berkepanjangan dinilai melanggengkan pengeluaran emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit listrik. “Kami melihat bahwa implementasi DMO pada co-firing ini tidak terlalu mendesak untuk diterapkan,” kata Fio saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Senin (22/5).

Fio menambahkan, praktik pengadaan biomassa untuk co-firing PLTU malah memicu dampak negatif yang lebih besar dan berkepanjangan. Dia menjelaskan, emisi yang dihasilkan dari praktif pembakaran biomassa sama besar dengan hasil emisi pembakaran batu bara.

Selain itu, emisi yang timbul dari deforestasi, penggunaan gergaji mesin dan pembuatan pelet kayu juga berkontribusi pada produksi emisi karbon.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...