Mengenal Transaksi Short Selling yang Dilarang Bursa Efek Indonesia

Hari Widowati
4 Maret 2020, 11:43
short selling, BEI larang transaksi short selling, apa itu transaksi short selling, bahaya transaksi short selling, transaksi short selling bikin IHSG anjlok, bursa, saham
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Bursa Efek Indonesia melarang transaksi short selling sejak Senin, 2 Maret 2020. Transaksi tersebut berpotensi membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun lebih dalam.

Bursa Efek Indonesia (BEI) melarang transaksi short selling untuk mencegah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh lebih dalam di tengah sentimen negatif penyebaran virus corona (Covid-19). Kebijakan itu diterapkan hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, larangan short selling dilakukan dengan cara mencabut seluruh efek yang dapat ditransaksikan secara short selling. "Bursa tidak akan memproses lebih lanjut bila ada anggota bursa (AB) yang mengajukan permohonan untuk melakukan transaksi short selling, baik untuk kepentingan AB maupun nasabah," ujarnya dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (2/3).

Advertisement

Sejak awal tahun hingga Senin lalu, IHSG sudah turun 14,2%. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo, mengatakan transaksi short selling sejatinya tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan total transaksi di pasar saham. "Intervensi ini hanya untuk memberikan peringatan kepada pelaku pasar agar tidak memperparah penurunan indeks," kata Laksono.

(Baca: Tahan Koreksi IHSG Lebih Dalam, BEI Setop Transaksi Short Selling)

Pengertian Short Selling

Apa yang dimaksud dengan transaksi short selling? Analis Senior Columbia Threadneedle Investments, Amit Kumar, dalam bukunya "Short Selling, Finding Uncommon Short Ideas" menyebutkan transaksi short selling terjadi ketika seorang investor yakin harga suatu saham sudah kemahalan (overvalue) dan dalam waktu dekat bakal turun. Ia kemudian memutuskan untuk melakukan transaksi short selling (jual kosong).

Sang investor meminjam saham dari pihak ketiga lalu menjualnya. Ia menunggu sampai harga saham tersebut turun dalam sebelum memutuskan untuk membeli kembali (buyback) dengan harga yang lebih murah. Saham yang sudah dibeli kembali dikembalikan kepada pemiliknya. Si investor mengantongi keuntungan yang berasal dari selisih harga jual dan harga pembelian kembali saham tersebut.

Contohnya begini, investor A meminjam 100 lot saham ABCD kepada investor B. Harga saham ABCD saat ini Rp 1.000 sehingga 100 lot saham sama dengan Rp 10 juta. Investor A yakin harga saham ABCD akan turun ke level Rp 800 dalam waktu dekat. Ia pun menjual saham tersebut dengan harga pasar saat ini sehingga mengantongi Rp 10 juta.

Seminggu kemudian, harga saham ABCD turun ke level Rp 800. Investor A pun membeli kembali saham tersebut seharga Rp 8 juta dan mengembalikan saham itu kepada investor B. Dari transaksi tersebut, investor A meraup keuntungan Rp 2 juta.

(Baca: Dana Asing Kabur dari Bursa Rp 5 Triliun, Saham Bank Besar Jadi Korban)

Transaksi Berisiko Tinggi

Transaksi short selling merupakan transaksi yang berisiko tinggi. Banyak variabel yang harus diperhitungkan oleh investor agar prediksinya tepat. Jika tak berhati-hati, investor justru bisa rugi besar. Hal ini terjadi jika saham yang dijual harganya terus naik, sehingga investor sulit membeli saham tersebut. Alhasil, ketika harus mengembalikan saham tersebut, sang investor terpaksa harus membayar lebih mahal.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement