Pulau Integritas Bernama KPK

Metta
Oleh Metta Dharmasaputra.
15 September 2019, 13:50
Metta
Ilustrator: Betaria Sarulina
Mahasiswa membubuhkan tanda tangan dan cap telapak tangan pada spanduk hitam saat menggelar aksi #SaveKPK di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (10/9/2019). Aksi yang diikuti mahasiswa, dosen dan masyarakat Surabaya tersebut menolak revisi UU KPK karena dianggap akan melemahkan KPK dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia.

(Baca: TII Sebut Lima Pimpinan Baru Paket Lengkap Pelemahan KPK)

Merujuk ke Hong Kong

Muaknya masyarakat pada praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) yang kala itu menjadi momok bersama, memicu gerakan antikorupsi yang kian luas. Banyak LSM bermunculan, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparansi Internasional Indonesia (TII), dan Kemitraan.

DPR dan pemerintah didesak untuk segera membentuk lembaga anti-korupsi sebagai implementasi UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong lah yang menjadi rujukan.

ICAC memang cerita sukses tentang pemberantasan korupsi. Untuk menjaga independensinya, lembaga yang dibentuk pada 1974 ini mengganti hampir seluruh aparat penegak hukum sebelumnya.

Pola ini pula yang diinginkan Ketua Tim Persiapan Pembentukan KPK Romli Atmasasmita. Namun, kompromi akhirnya dilakukan, setelah muncul penentangan kuat.

Disepakati bahwa penyidik dan penuntut KPK akan diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan. Tapi, mereka harus diberhentikan sementara. Kepolisian dan Kejaksaan pun masih diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan atas kasus korupsi.

Kontroversi lain, menyangkut kewenangan KPK yang berbeda dengan Kepolisian dan Kejaksaan, yakni bisa melakukan penyadapan tanpa izin pengadilan.

Untuk menjawab itu, KPK diikat oleh aturan yang tidak memperbolehkannya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Dengan begitu, meski punya kewenangan luas, KPK diharapkan tidak serampangan dalam bekerja. Harus ekstra hati-hati. Jangan sampai penetapan tersangka kurang bukti, karena tidak bisa lagi dibebaskan.

Terkait soal SP3 ini, ada sebuah fakta menarik yang terungkap di buku ini. Pada awalnya ternyata lembaga ini didesain untuk memiliki mekanisme penerbitan SP3. Hanya saja kewenangannya ada pada badan Advisory Committee. Bukan pada Pimpinan KPK yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan.

Badan Penasihat KPK

Advisory Committee ini adalah sebuah penasihat yang aktif, yang berada di luar organisasi KPK. Berisi sejumlah pakar dengan tugas memberi nasihat dan mengawasi pelaksanaan tugas KPK. Ini mencontoh praktik di ICAC Hong Kong, yang terbukti mampu mengontrol dan mengawal ICAC untuk tetap on the right track.

Menurut Ketua KPK jilid I Taufiequrachman Ruki, tim penasihat di luar KPK sangat diperlukan. Terutama dalam kaitannya dengan kejelasan mekanisme pertanggungjawaban KPK.

Tapi, seperti dituturkan Amien Sunaryadi, Advisory Committee ini belakangan dicoret. Sebagai gantinya, dibentuk Dewan Penasihat yang kewenangannya hanya memberi nasihat. UU KPK juga menyebutkan, tim penasihat menjadi bagian dari KPK itu sendiri.

Ini berbeda dengan rancangan awal struktur KPK seperti tertuang dalam lima buku “Manual of Operations”  KPK. “Strukturnya, dasarnya betul-betul dari hasil studi, tapi dikenteng sana kenteng sini, terus jadinya ya kayak KPK sekarang ini,” kata Amien.

Ketidaksempurnaan struktur KPK ini pun diakui pula oleh Chandra Hamzah. Ketergesaan dalam penyusunannya, membuat struktur organisasi terasa tidak pas sepenuhnya.

Di tengah berbagai tarik-menarik kepentingan dan ketidaksempurnaan itu, bagaimanapun perlu disyukuri akhirnya KPK berhasil dilahirkan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara resmi, pimpinan KPK dilantik pada 29 Desember 2003, lima tahun setelah ide pembentukan lembaga independen anti-rasuah ini mulai digodok.

Erry Riyana, Amien Sunaryadi dan Chandra Hamzah yang membidani sejak awal kelahiran lembaga ini, terpilih menjadi komisioner KPK jilid I dan II.

Menurut sejarawan Peter Carey dalam bukunya Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia, kesuksesan KPK menjerat para koruptor yang selama ini tak tersentuh aparat hukum, telah memunculkan era baru akuntabilitas publik di Indonesia. Itu sebabnya, berbagai upaya untuk melemahkan KPK tentu saja harus dilawan.

Apalagi, seperti diingatkan Goenawan Mohamad dalam pengantar buku ini: korupsi sangat beracun. Tanpa penangkal, polusi itu akan berangsur-angsur melumpuhkan proses kerja sama sosial politik, menghentikan efektivitas administrasi publik, dan menggerogoti sebuah negara.

Halaman:
Metta
Metta Dharmasaputra.
Pendiri Katadata Insight Center
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...