Lima Catatan dalam Potret Ekonomi Indonesia 2014-2018

M. Chatib Basri
Oleh M. Chatib Basri
10 September 2019, 06:10
M. Chatib Basri
Ilustrator Joshua Siringo ringo
Jokowi meninjau pembangunan proyek Bendungan Karian di Banten, Rabu (4/10)

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan Bank Indonesia kembali lagi menerapkan kebijakan stabilisasi ekonomi, seperti juga yang dilakukan ketika Taper Tantrum terjadi pada 2013, dengan menaikkan bunga, memotong defisit anggaran dan membiarkan rupiah bergerak mengikuti pasar.

Pelemahan rupiah memang terjadi, pasar keuangan juga terpukul. Namun, tak banyak orang yang menyadari bahwa rupiah dan pasar keuangan dapat menjadi jauh lebih terpuruk, jika pemerintah dan Bank Indonesia tak melakukan kebijakan stabilisasi.

Pada akhir Desember 2018, kita cukup beruntung karena bank sentral AS, the Fed, memberikan sinyal untuk “bersabar” dalam menaikkan bunga dan melakukan normalisasi kebijakan moneternya. Akibatnya, arus modal kembali mengalir ke EM, termasuk Indonesia, dan rupiah kembali menguat. Pasar keuangan juga kembali bergairah.

Keempat, soal utang. Salah satu isu yang amat mendominasi diskusi publik dalam beberapa tahun terakhir adalah soal utang. Saya melihat motif politik yang amat kental dalam isu ini. Mengapa? Karena sebenarnya kondisi utang Indonesia masih relatif aman.

Secara intuitif, utang itu tidak bermasalah jika imbalan yang kita peroleh dari aktifitas ekonomi yang dibiayai oleh utang, lebih besar dari bunga utang yang harus kita bayar. Jika pertumbuhan output (PDB) lebih tinggi dari bunga cicilan yang harus dibayar, maka rasio utang/PDB akan menurun.

Data menunjukkan bahwa pada 2005, rasio utang/PDB mencapai 47,3 persen, menurun terus dan mencapai titik terendah pada 2012 sebesar 23 persen, stabil pada 2013-2014 di kisaran 24-25 persen, lalu mulai naik dan mencapai 29 persen pada 2018

Lalu mengapa rasio utang/PDB mulai meningkat sejak 2015? Jawabannya karena pertumbuhan ekonomi melambat. Pertumbuhan ekonomi berkisar 5 persen, sedangkan defisit anggaran meningkat, terutama pada 2015. Namun, apakah ini mencemaskan? Jawabannya: Tidak.

Coba saja kita lihat data yang ada. Rasio utang/PDB 29 persen memang tak serendah tahun 2009-2016. Namun, level 29 persen masih aman. Lihat pada 1999-2008 rasio utang/PDB kita lebih tinggi dari 2018. Toh ekonomi kita baik-baik saja.

Tentu tantangannya adalah bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Seperti saya sebut di atas, kita tak bisa terus menerus tumbuh hanya 5 persen. Tantangan berikutnya tentu bagaimana dengan defisit primer yang menurun, bisa diharapkan multiplier effect yang tinggi. Jawabannya, yang paling utama harus diperhatikan adalah kualitas belanja. Dari setiap rupiah yang dibelanjakan harus diperoleh hasil optimal.

Penganggur Muda Berpendidikan

Kelima, penganggur muda dan terdidik. Kita mencatat penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan dalam empat tahun terakhir. Begitu juga dengan pengangguran. Data BPS menunjukkan: sejalan dengan menurunnya angka pengangguran terbuka, persentase penganggur muda (15-24 tahun) juga menurun dari sekitar 22 persen (2014) menjadi 20 persen (2018).

Tak hanya itu, persentase penganggur dan setengah penganggur muda  menurun dari sekitar 33 persen ke 29 persen. Ini hal yang menggembirakan dan perlu diapresiasi.  Namun ada baiknya kita hati-hati di sini. Kita perlu melihat komposisinya.

Launching Pendidikan Vokasi di Jawa Timur
Launching Pendidikan Vokasi di Jawa Timur (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Data BPS juga menunjukkan: mayoritas dari penganggur muda ini berpendidikan SMA ke atas. Lebih spesifik lagi SMA Umum, SMK, Diploma dan Sarjana. Ada hal yang perlu dilihat di sini: persentase penganggur muda yang berpendidikan SMA ke atas meningkat dari 60 persen (2014) menjadi 74 persen (2018).

Ini disebabkan oleh peningkatan penganggur muda dengan Pendidikan SMK dari sekitar 23 persen (2014) menjadi 33 persen (2018) dan juga diploma dan sarjana dari 4,4 persen (2014) menjadi 10 persen (2018). Artinya, persentase penganggur muda memang berkurang, namun itu untuk mereka yang berpendidikan SMA ke bawah. Terutama SD ke bawah (turun dari 55 persen pada 2014 menjadi hanya 10 persen pada 2018).

Apa artinya angka-angka tersebut? Pertumbuhan ekonomi yang terjadi tak sepenuhnya menyerap kelompok usia muda (15-24 tahun) yang berpendidikan SMA ke atas. Mengapa?  Secara intuitif, penganggur muda yang kurang berpendidikan mungkin akan relatif lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Alasannya: ekspektasi mereka tak terlalu tinggi.

Mereka mungkin lebih bisa menerima “pekerjaan apa saja” atau upah yang lebih rendah, asal bisa hidup. Namun, mereka yang memiliki pendidikan –apalagi SMA ke atas -- cenderung lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Alasannya: mereka mencari “pekerjaan yang lebih baik” dalam arti penghasilan dan status.

Selain itu, mereka memiliki ekspektasi yang tinggi karena tingkat pendidikannya yang lebih tinggi. Mudahnya: mereka baru akan bekerja jika penghasilannya cukup baik. Sebaliknya mereka yang berpendidikan lebih rendah, mungkin bersedia menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah.

Lalu bagaimana cara mengatasi penganggur muda berpendidikan? Kita harus memberikan lapangan kerja yang layak untuk mereka, bukan sekadar yang bisa menyerap tenaga kerja. Kita harus mendorong sektor formal. Misalnya mendorong industri manufaktur dan sektor jasa formal.

Gambaran di atas mungkin membantu kita untuk menempatkan potret perekonomian Indonesia dalam empat tahun terakhir. Saya katakan, ini bukan periode yang mudah. Ada banyak pencapaian, namun juga begitu banyak tantangan yang harus diselesaikan.

(Artikel ini disunting dari buku “Menuju 5 Besar Dunia” yang dirilis di Jakarta pada 12 September 2019.)

Halaman:
M. Chatib Basri
M. Chatib Basri
Ekonom dan Pengajar FEB Universitas Indonesia
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...